KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, mengatakan negara dan masyarakat telah dirugikan dengan adanya tambang ilegal. Dedi pun sudah membentuk tim untuk memberantas tambang ilegal.
"Penambangan itu penambangan ilegal, ada beberapa dampak yang ditimbulkan," kata Dedi di akun Tik Tok Kang Dedi Mulyadi dan telah dikonfirmasi Kompas.com melalui sambungan telepon, Minggu (26/1/2025).
Dampak tambang ilegal, jelas dia, kerusakan lingkungan dan ekosistem. Kemudian, kerusakan infrastruktur jalan dan fasilitas penunjang lainnya. "Itu (infrastruktur) dibiayai APBN, APBD provinsi, APBD kabupaten, bahkan dana desa," jelas Dedi.
Kerugian lainnya yakni, hilangnya pendapatan selama berpuluh-puluh tahun atau bertahun-tahun karena pendapatan itu dinikmati pengusaha tambang ilegal. Selain itu dinikmati para mafia tambang dan kelompok-kelompok preman pendukung tambang ilegal.
Baca juga: Soroti Demo Tambang Ilegal, Dedi Mulyadi: Pengunjuk Rasa Orang Luar, Aktivis Politik, Ormas
Dampak lainnya, lanjut Dedi, terjadi manipulasi tambang. Pengusaha tambang ilegal ngakunya menambangnya 5 hektar, namun faktanya 30 hektar sampai 50 hektar.
"Nah seluruhnya itu adalah rangkaian peristiwa yang membuat negara jadi rugi dan masyarakat dirugikan," jelas Dedi.
Permasalahan lain yang terjadi, menurut Dedi, banyak PT yang bergerak di bidang pertambangan tapi tidak memiliki ahli pertambangan. Dia menegaskan, akan mengaudit hal ini karena di lapangan tidak ada inspektur tambangnya.
"Tak ada pengawas tambangnya, modalnya hanya alat berat, keruk-keruk lalu angkat," ujarnya.
Lebih lanjut Dedi menilai, seluruh rangkaian ini bukan hanya peristiwa pelanggaran izin. Tapi peristiwa pidana khusus yang memiliki implikasi terhadap kerugian negara.
Baca juga: Dedi Mulyadi Tantang Bupati Wali Kota Tak Pakai Mobil Dinas Selama Sekolah Jelek
"Implikasi terhadap kerugian negara katagorinya adalah tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi," jelasnya.
Dedi juga mengomentari tentang aksi unjuk rasa terkait penutupan tambang ilegal di Kabupaten Subang. Menurut dia, pengunjuk rasa bukan warga setempat.
"Pelat nomornya (kendaraan pengunjuk rasa) banyak yang dari luar, bukan masyarakat sekitar," kata dia.
Yang berunjuk rasa, menurut Dedi, merupakan tokoh-tokoh atau aktivis-aktivis politik. Mereka bukan pengusaha tambang atau kerja di sektor tambang.
"Sebagian adalah ormas yang mungkin selalu mendapat rezeki dari limpahan tambang ilegal yang terus terjadi," katanya.
Dedi mengajak semua pihak berpikir rasional dan jernih. Lapangan pekerjaan, kata dia, masih terbuka. Masyarakat bisa bekerja di mana saja dan apa saja.
"Kemudian yang menjadi problem adalah banyaknya orang yang tidak mau bekerja, tapi tiap hari mabuk dan dapat setoran dari mobil tambang dan penambang ilegal," tegasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang