BANDUNG, KOMPAS.com - Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bandung, Wawan A Ridwan mengatakan, pada libur Isra Miraj dan Imlek tahun 2025, terjadi pergeseran wisatawan.
Biasanya, wisatawan yang ingin berkunjung ke Bandung Selatan cenderung lebih memilih Ciwidey dibandingkan Pangalengan.
Namun, untuk libur panjang saat ini, kata dia, wisatawan banyak yang memilih berlibur ke Pangalengan.
"Tapi tetap yang paling favorit itu tetap Pangalengan, nah itu bergeser sekarang dari Ciwidey ke Pangalengan," katanya dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Rabu (29/1/2025).
Baca juga: Tim Jibom Sterilisasi Vihara di Bandung, 448 Anggota Polisi Siaga Jelang Imlek
Wawan menduga, terjadinya pergeseran tersebut lantaran di Kecamatan Pangalengan baru-baru ini tumbuh wisata alam baru.
Sementara itu, di wilayah Pasirjambu, Ciwidey, dan Rancabali (Pacira) tergolong masih sama obyek wisatanya.
"Mungkin Ciwidey obyek wisatanya yang lama ya, jadi orang cari pengalaman (experience) itu ke Pangalengan," ujarnya.
Selain itu, ruas jalan Pangalengan yang dianggap lebih lengang dibanding Ciwidey yang cenderung lebih ramai juga menjadi pertimbangan wisatawan untuk beralih dari Ciwidey ke Pangalengan.
"Ada anggapan Ciwidey lebih crowded, jadi cari alternatif ke daerah yang dianggap lebih lancar. Tapi sama Pangalengan juga macet sebetulnya," ucap dia.
Wawan menyampaikan, pembangunan infrastruktur berupa jalan untuk menunjang aksesibilitas wisata Bandung Selatan dilematis.
Sebab, menurutnya, aksesibilitas itu berbenturan dengan kondisi dan situasi lingkungan sekitar.
Baca juga: Kena Pungli dan Premanisme di Objek Wisata Bandung Selatan? Hubungi Nomor Ini
Di sisi lain, obyek wisata di Bandung Selatan butuh pengembangan untuk menunjang volume kendaraan yang datang.
Namun, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bandung juga mesti mempertimbangkan atau memperhatikan ekosistem yang ada, mengingat usulan Bupati Bandung Dadang Supriatna yang berencana membangun akses tol ke wilayah Bandung Selatan.
"Jangan sampai pembukaan jalur jalan baru, jaringan jalan baru itu, merusak ekosistem alam yang ada. Dan memang yang perlu dipikirkan adalah mempertahankan ekosistem lingkungan yang ada. Jadi jangan sampai pembukaan jalan nanti akan menimbulkan perubahan iklim atau perubahan suasana," katanya.
"Artinya kita harus tetap mempertahankan ekosistem alam yang ada, supaya alamnya tetap bisa dipertahankan. Tapi saya kira pemerintah punya strategi bagaimana ekosistem alam yang ada tetap bisa dipertahankan, tapi jaringan jalan yang ada juga bisa ditambah supaya mengurai kemacetan," ujar dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang