BOGOR, KOMPAS.com - Polisi menggeledah sebuah pabrik rumahan minyak goreng curah ilegal di Desa Cijujung, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (10/3/2025).
Dalam penggeledahan itu, polisi menemukan 400 dus berisi 4.800 bungkus atau liter minyak goreng yang dikemas ulang dengan merek Minyakita.
"Didapatkan di sebuah gudang yang digunakan sebagai tempat produksi dan pengepakan Minyakita yang dikelola oleh pria berinisial TRM," kata Wakapolres Bogor Kompol Rizka Fadhila kepada wartawan di lokasi, Senin.
Rizka menjelaskan, pengungkapan kasus ini berawal saat polisi dan pihak terkait mengecek bahan pokok dalam masa puasa di wilayah Bogor. Hal itu untuk memastikan tepat guna dan tepat harga.
Baca juga: Polisi Bongkar Gudang Minyakita Palsu di Bogor, Minyak Curah Dikemas Ulang
Saat itu, didapati peredaran minyak goreng kemasan plastik yang secara fisik ukuran dan kemasannya berbeda.
Ketika ditimbang, kemasan plastik satu liter itu ternyata hanya berisi 750 mililiter minyak goreng.
Dari situ, Tim Reskrim kemudian bergerak melakukan penyelidikan dan didapatkan gudang produksi minyak goreng ilegal merek Minyakita.
Selain 400 dus, pihaknya juga mendapati delapan tangki, empat drum, serta dua buah mesin yang dipakai untuk mengepak.
Polisi menggeledah sebuah pabrik rumahan minyak goreng curah ilegal di Desa Cijujung, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (10/3/2025). Dalam penggeledahan itu, polisi menemukan 400 dus berisi 4.800 bungkus atau liter minyak goreng yang dikemas ulang dengan merek Minyakita.Rencananya, 4.800 bungkus minyak goreng kemasan itu akan diedarkan ke wilayah Jabodetabek, salah satunya Bogor Raya.
"Modus operandi TRM ini, barang didapatkan dari berbagai tempat di Tangerang dan Cakung, kemudian dikirim ke lokasi Cijujung Bogor ini dan di-repacking atau dibungkus ulang, kemudian di-branding dengan label Minyakita," ungkapnya.
Selain menemukan barang bukti, satu orang tersangka berinisial TRM ini diringkus.
Tersangka melakukan praktik ilegal sejak Januari 2025 di gudang tersebut.
Dia mengemas ulang (repacking) minyak goreng curah ke dalam kemasan plastik berlabel Minyakita.
Setelah repacking, minyak tersebut kemudian dijual di atas harga eceran tertinggi (HET).
Baca juga: Takaran Minyakita Disunat, Wamentan Perintahkan Pengecekan Nasional
Pelaku membuat kemasan yang tidak sesuai atau tidak mencantumkan berat bersih.
"Seharusnya kan berat bersih yang diedarkan satu liter. Namun, oleh tersangka, berat yang diedarkan itu 750-800 mililiter sehingga terjadi pengurangan kuota," ujarnya.
"Kemudian setelah dilakukan pengecekan lebih lanjut, bahwa BPOM yang dicantumkan juga sudah tidak berlaku," katanya.
Lebih lanjut, Rizka mengatakan TRM berperan sebagai koordinator supervisor yang mengelola, menerima bahan baku, mengoperasionalkan, dan mengedarkan Minyakita ke pasaran.
Adapun bahan baku minyak goreng curah diperoleh dari industri di wilayah Cakung dan Tangerang.
Oleh tersangka, barang itu dikemas dengan merek Minyakita dan dijual seharga Rp 15.600.
Sementara, untuk pelaku lain atau pemilik gudang, sambung Rizka, petugas masih melakukan pendalaman lebih lanjut.
Saat ini, pihaknya telah memeriksa enam orang saksi untuk kemudian mengusut alur pemilik gudang.
Rizka menyebut, dari enam saksi yang diperiksa, salah satunya adalah pejabat setempat.
Baca juga: Sidak di Polewali Mandar Temukan Minyakita Tak Sesuai Takaran, Hanya 800ml dari 1 Liter
"Dalam operasinya, TRM bisa memproduksi sebanyak 8 ton dan tiap harinya mampu menghasilkan 10.500 pack Minyakita," tuturnya.
"Kemudian, sebagaimana edaran bahwa untuk kualifikasi produksi atau distributor tingkat pertama, harga yang dijual seharusnya Rp 13.500. Namun, oleh TRM dijual Rp 15.600 sehingga dengan tingginya harga yang dikeluarkan oleh TRM, harga di tangan konsumen akhir ini di atas dari HET," ujarnya.
Atas perbuatannya, TRM dikenakan Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
Juga Pasal 160 juncto Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Lapangan Kerja, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 10 miliar.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang