Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditagih Janji, Dedi Mulyadi Marah-marah ke Mantan Pegawai Hibisc

Kompas.com, 27 Maret 2025, 17:26 WIB
Afdhalul Ikhsan,
Eris Eka Jaya

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi didatangi sejumlah mantan pegawai Hibisc Fantasy di Puncak Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/3/2025).

Saat itu, Dedi Mulyadi bersama tim konten video hendak pulang seusai melihat kondisi bangunan Hibisc Fantasy yang telah dibongkar.

Puluhan eks pegawai yang nasibnya terluntang-lantung itu kemudian datang hendak menagih janji kompensasi yang bakal diberikan Dedi Mulyadi.

Namun, Dedi Mulyadi menegur mereka karena hal tersebut.

Baca juga: Tanggapi Kritik Kerja Sama dengan TNI, Dedi Mulyadi: Bukan Persoalan Baru

"Saya kasih bantuan kepada Anda asal mau bantu menanam pohon," ucap Dedi.

Salah satu mantan pegawai Hibisc menanggapi pernyataan Dedi.

Eks pegawai yang memakai kerudung itu pun menagih janji Dedi Mulyadi yang disampaikan dalam video beberapa waktu lalu.

Pada video itu, diketahui Dedi menyebut akan memberi kompensasi bagi mereka (pekerja) yang terdampak pembongkaran Hibisc.

Baca juga: Dedi Mulyadi Wajibkan Siswa Bawa Sampah, Ditukar Telur, Daging, hingga Anak Ayam

Dedi lalu menegaskan bahwa ini bukan perkara apa yang disampaikan di dalam video.

Saat itu pula Dedi langsung terlihat kesal dan marah.

Kompas.com yang ada di lokasi melihat bagaimana mimik wajah Dedi ketika marah.

"Dengerin dulu, bukan urusan videonya. Saya membantu kompensasi Anda yang nganggur di sini, tetapi saya minta tanggung jawab moral Anda," ucap Dedi dengan wajah yang memerah.

Dedi kemudian kembali menyampaikan agar pegawai yang terdampak ikut membantu menanam pohon di bekas lokasi pembongkaran.

"Saya meminta tanggung jawab moral Anda. Bantu menanam pohon di sini," kata Dedi.

Baca juga: Desak Petugas Tertibkan Macet Pasar Cipanas, Dedi Mulyadi: Jangan Gunakan Jalan untuk Parkir

Saat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi marah-marah saat ditagih janjinya oleh pegawai Hibisc Fantasy di Puncak Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/3/2025).KOMPAS.COM/AFDHALUL IKHSAN Saat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi marah-marah saat ditagih janjinya oleh pegawai Hibisc Fantasy di Puncak Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/3/2025).

Saat ditemui Kompas.com, salah satu eks pegawai Hibisc itu mengatakan bahwa mereka mendatangi Dedi Mulyadi hanya untuk menagih janji.

Namun, kata dia, balasan Dedi Mulyadi justru marah dan tiba-tiba meminta mereka ikut menanam pohon.

Padahal, janji memberi kompensasi tidak disertakan dengan pernyataan untuk menanam pohon.

Baca juga: Desak Petugas Tertibkan Macet Pasar Cipanas, Dedi Mulyadi: Jangan Gunakan Jalan untuk Parkir

"Kami ke sini untuk menagih janji itu, tetapi argumennya harus ikut menanam pohon, harus terlibat. Kalau dari awal sudah ada statement ikut menanam pohon, kami ya menyesuaikan," ucap leader eks pegawai Hibisc, Septian (30), yang mewakili rekannya.

"Teman-teman kecewa ya gara-gara enggak ada statement harus ikut menanam pohon. Kami menagih hak kami, poinnya menagih yang dijanjikan (Dedi Mulyadi)," kata Septian.

Penjelasan Dedi Mulyadi

Dedi Mulyadi mengungkapkan alasan dirinya menegur mantan pegawai Hibisc terkait sikap mereka dalam menerima tunjangan hari raya (THR) saat Dedi memantau penanaman pohon di lokasi bekas Hibisc, Puncak Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/3/2025).

Kepada Kompas.com via sambungan telepon WhatsApp, Kamis malam, Dedi menegaskan ia tidak menyukai orang yang tidak memiliki empati dan cenderung berperilaku elitis.

"Saya tidak suka orang yang tidak punya empati, seolah-olah dia adalah kelas elite. Waktu saya bilang saya transfer, nanti kamu tanam pohon satu batang saja, dia malah mengatakan tidak ada permintaan menanam pohon di lokasi bekas Hibisc," ujar Dedi.

Dedi juga menyayangkan sikap mantan pegawai yang meminta hak tanpa menunjukkan kepedulian terhadap rekan-rekannya. Ia mencontohkan bahwa banyak pekerja lain yang tetap berusaha, meskipun memiliki latar belakang pendidikan yang rendah.

"Maksud saya, kok kamu itu nggak punya empati? Orang lain menanam pohon karena pendidikan rendah, tapi mereka tetap bekerja. Ini ada orang yang hanya berpangku tangan dan tiba-tiba minta THR," ungkapnya.

Baca selengkapnya: Dedi Mulyadi Blak-blakan Alasan Dirinya Marah ke Eks Pegawai Hibisc

Meski demikian, Dedi mengaku tetap akan memberikan kompensasi dengan meminta nomor rekening mantan pegawai tersebut. 

Namun, ia berharap ada kesadaran bahwa pemberian itu bukan sekadar hak, melainkan juga harus diimbangi dengan sikap peduli terhadap sesama.

Baca selengkapnya: Dedi Mulyadi Pekerjakan Eks Pegawai Hibisc Puncak Jadi Tukang Tanam Pohon

"Walau saya marah, tetap saya minta nomor rekening. Saya tuh pengennya dia punya empati ke rekannya yang menanam pohon. Saya marah bukan karena ditagih uang, bukan perkara uang, tetapi soal apakah dia punya empati atau tidak," katanya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau