Editor
KOMPAS.com - Sebanyak 1.126 buruh PT Yihong Novatex Indonesia di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, harus menerima nasib pahit usai perusahaan tempat mereka bekerja memutuskan menghentikan operasional.
Langkah ini diambil manajemen perusahaan setelah terjadi aksi mogok kerja selama empat hari berturut-turut yang dilakukan para pekerja.
Aksi tersebut dipicu keputusan manajemen yang tidak memperpanjang kontrak tiga karyawan.
Baca juga: Mogok Kerja 4 Hari Bikin PT Yihong Rugi Besar, 1.126 Karyawan di-PHK
Keputusan itu menyulut protes dari rekan-rekan mereka yang kemudian berujung pada mogok kerja massal.
Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat, Firman Desa, membenarkan bahwa mogok kerja menjadi pemicu tutupnya operasional pabrik alas kaki itu, sekaligus pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lebih dari seribu buruh.
"Kalau ditarik kesimpulan, PHK massal ini dipicu dari demo mogok kerja empat hari berturut-turut," kata Firman saat dihubungi, Senin (7/4/2025).
Baca juga: Demo dan Mogok Kerja 4 Hari Berujung pada PHK Ribuan Karyawan PT Yihong Cirebon
Firman menjelaskan, aksi mogok kerja dilakukan pekerja untuk menuntut dua hal: pengembalian tiga rekan kerja mereka yang diputus kontraknya, serta desakan agar status para pekerja PKWT diangkat menjadi karyawan tetap sesuai hasil nota pemeriksaan dari pengawas ketenagakerjaan.
"Mogok itu menuntut dua hal, pertama mengembalikan pekerja yang di-PHK tiga orang oleh perusahaan. Lalu menindaklanjuti hasil pemeriksaan nota pengawas, yang salah satunya bunyinya mengangkat dari PKWT menjadi pegawai tetap," jelasnya.
Sebelum Lebaran 1446 Hijriah, pihak Disnakertrans sempat mempertemukan manajemen perusahaan, karyawan, dan serikat pekerja.
Baca juga: Duduk Perkara PT Yihong di Cirebon PHK Ribuan Karyawan Usai Didemo Berturut-turut
Dalam pertemuan itu, manajemen menyatakan bahwa kontrak kerja tiga karyawan memang sudah habis, dan keputusan untuk tidak memperpanjangnya didasarkan pada pertimbangan kinerja.
Namun, keputusan tersebut memicu solidaritas pekerja lainnya yang merasa tidak puas, hingga berujung pada aksi mogok kerja dan dampak fatalnya: pembatalan pesanan dari sejumlah mitra perusahaan, terganggunya distribusi, serta kerugian besar yang dialami manajemen.
Akibat situasi tersebut, perusahaan akhirnya mengambil langkah ekstrem dengan menutup operasional dan melakukan PHK massal.
"Habis kontraknya (ketiga pekerja), mungkin itu (kinerja) pemicunya dari perusahaan dan bertepatan dengan habis kontrak," kata Firman. (Kontributor Bandung Faqih Rohman Syafei|Editor: Ihsanuddin)
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang