Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pedagang Ditarik Iuran, 600 Ton Sampah Malah Dibiarkan Menggunung di Pasar Gedebage Bandung

Kompas.com, 29 April 2025, 07:24 WIB
Krisiandi

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Sampah jadi persoalan di Pasar Gedebage, Kota Bandung. Itu karena sampah yang beberapa pekan tak dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) menggunung.

Baunya tak hanya mengganggu pedagang dan pengunjung pasar, namun juga permukiman di sekitar, termasuk kompleks perumahan.

Wali Kota Bandung, M Farhan, menuturkan, masalah ini terjadi karena pasar tersebut tidak memiliki jatah pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti.

Akibatnya, sekitar 1.120 meter kubik atau setara dengan 600 ton sampah menumpuk di bagian belakang pasar hingga meluber.

Seakan menemui jalan buntu, Farhan pun melaporkan kondisi ini ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Pusat.

Pada Senin (28/4/2025), Farhan dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meninjau lokasi.

Baca juga: Tinjau Tumpukan Sampah di Pasar Gedebage Bersama Dedi Mulyadi, Farhan: Sudah Ada Solusi...

Menurut Farhan, dalam tinjuannya itu, sudah ada solusi untuk pengangkutan sampah.

Pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk melakukan pengangkutan sampah yang menumpuk itu ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Bandung Barat.


“Alhamdulillah, sudah ada solusi. Sampah yang ada sekarang akan segera diangkut menggunakan jatah ritase dari Pemerintah Kota Bandung. Kami dibantu dengan peralatan dan personel dari provinsi,” kata dia.

Farhan juga menegaskan bahwa pengangkutan sampah harus dilakukan dengan hati-hati, mengingat potensi bahaya gas metana yang terperangkap di bawah tumpukan sampah.

“Harus hati-hati saat mengangkut sampah, karena ada potensi ledakan akibat gas metana yang terperangkap di bawah,” katanya.

Ia memperkirakan proses pengangkutan sampah ini akan memakan waktu dua hingga tiga hari dengan penggunaan sekitar 40 ritase sampah per hari.

Ada iuran

Kondisi tumpukan sampah di kawasan Pasar Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (28/4/2025). ANTARA/PEMKOT BANDUNG Kondisi tumpukan sampah di kawasan Pasar Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (28/4/2025).
Dalam tinjauan itu pula, terungkap bahwa selama ini, para pedagang dipungut biaya Rp 5.000 per hari. Namun sampah tak dikelola dengan baik.

Farhan menyebutkan iuran itu sebagai pungutan liar.

Ia mengungkapkan dugaan pungutan liar terkait iuran sampah yang mencapai sekitar Rp 5.000 per lapak di Pasar Gedebage, dengan sekitar 700 lapak, yang menghasilkan Rp 3,5 juta per hari.

Baca juga: Wali Kota Bandung Duga Praktik Korupsi di Balik Penumpukan Sampah Pasar Gedebage

“Sejak Desember 2024 sampai sekarang, kerugian yang diakibatkan oleh pengelolaan sampah yang tidak berjalan dengan baik ini mencapai miliaran rupiah,” ujar Farhan.

Pengelolaan tak berjalan baik karena mesin pencacah sampah di Pasar Gedebage mengalami kerusakan, mesin biodigester mati, dan tidak ada pengangkutan secara rutin.

Uang yang ditarik dari pedagang tak jelas peruntukannya. 

Ambil langkah hukum

Belum diungkap pihak yang menarik iuran tersebut. Namun demikian, Farhan menegaskan bahwa Pemkot Bandung dan Pemprov Jawa Barat akan mengambil langkah hukum terkait dugaan pungli tersebut.

“Saya bersama Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sepakat untuk melakukan penegakan hukum sebagai langkah pertama, dilanjutkan dengan pengelolaan ulang sampah di Pasar Gedebage,” kata Farhan.

Bau menyebar ke permukiman

Tumpukan sampah di Pasar Gedebage, Kota Bandung, Senin (28/4/2029).KOMPAS.COM/PUTRA PRIMA PERDANA Tumpukan sampah di Pasar Gedebage, Kota Bandung, Senin (28/4/2029).
Dampak dari menumpuknya sampah adalah bau menyengat yang menyebar ke sekitaran pasar. Misalnya di Kompleks Panghegar Permai yang terletak di belakang Pasar Gedebage.

Bau tidak sedap tersebut dapat tercium hingga jarak satu kilometer dari lokasi tumpukan sampah, terutama ketika angin berembus.

Hal ini dikeluhkan oleh warga setempat, Fina Monika (33), yang menyatakan bahwa hampir seluruh warga kompleks merasakan dampak dari bau yang sudah berlangsung lama.

"Sebenarnya, bau sampah itu sudah lama. Saya saja sudah 20 tahun lebih tinggal di sini. Baunya itu sampai ke area depan kompleks," ungkap Fina kepada Kompas.com, Senin pagi.

Baca juga: Bau Tak Sedap dari Gunungan Sampah di Pasar Gedebage Tercium hingga Permukiman

Dia menambahkan bahwa meskipun masalah ini sudah lama ada, bau paling menyengat terjadi dalam beberapa bulan terakhir.

Menurut Fina, hal ini disebabkan oleh tumpukan sampah yang semakin mendekat dan meluas. "Kalau hujan itu bau banget. Sekarang makin parah," imbuhnya.

Warga lainnya, Azis Warno (29), juga mengeluhkan bau menyengat tersebut.

Dia mengaku sudah merasa bosan dengan kondisi yang ada.

"Sudah pusing, maunya enggak bau lagi. Apalagi kalau sudah banjir, airnya sampai kesini," ungkapnya.

(Penulis: Kontributor Bandung, Putra Prima Perdana)

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau