BANDUNG, KOMPAS.com - Penegakan hukum terhadap aksi premanisme di sejumlah daerah di Indonesia semakin gencar dilakukan dalam beberapa hari terakhir.
Namun, di balik tindakan tegas tersebut, penting untuk memahami akar persoalan untuk bisa memberantas premanisme.
Asep Sumaryana, seorang pengamat sosial dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjajaran (Unpad), menjelaskan bahwa fenomena premanisme di masyarakat dipicu oleh berbagai faktor.
Secara psikologis, Asep berpendapat bahwa individu yang terlibat dalam aksi premanisme sering kali memiliki pengalaman hidup yang keras.
Lingkungan yang keras ini membentuk pola pikir bahwa kekerasan adalah hal yang biasa.
Baca juga: Resmikan Tim Anti Premanisme, Kapolres: Jika Ganggu Pariwisata di Badung Ditindak
"Sehingga kekerasan bagi individu tersebut merupakan hal yang dianggapnya biasa, karena dia dibentuk dengan lingkungan itu," ujar Asep saat dihubungi pada Rabu (21/5/2025).
Lebih lanjut, Asep menyoroti bahwa lingkungan pergaulan juga berperan penting dalam pembentukan karakter individu.
Untuk mendapatkan pengakuan dari lingkungannya, individu sering kali terpaksa mengikuti arus dan menunjukkan kekuasaan terhadap orang lain.
"Contohnya, orang baik di lingkungan negatif justru bisa dipengaruhi, akhirnya terjerumus meskipun setengah hati," jelasnya.
Dari sisi ekonomi, Asep menilai bahwa banyak pelaku premanisme yang sebenarnya berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dalam situasi perekonomian yang sulit, termasuk dampak PHK massal, individu cenderung terdorong untuk melakukan apa pun demi kelangsungan hidup.
"Mungkin itu sebetulnya adalah struggle for life. Jadi, aspek ekonomi ini penting untuk menjadi pertimbangan, apalagi bekerja itu sulit," imbuhnya.
Aspek administrasi juga perlu diperhatikan.
Baca juga: Polisi Tetapkan 11 Tersangka Aksi Premanisme di Bandung, Ada yang Simpan Ganja
Asep menekankan pentingnya pemerintah untuk mengevaluasi oknum-oknum yang memanfaatkan praktik premanisme sebagai sumber pemasukan.
"Contoh misalnya, jika ada parkir 'getok harga', ternyata ada jatah bagi oknum tertentu sebagai sumber pemasukan, atau ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan preman lapangan untuk memenuhi kebutuhan preman lainnya," ujarnya.