Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Muzdalifah, IPHI Jabar: Jangan Jadikan Jamaah Haji Kita Korban Uji Coba Sistem

Kompas.com, 8 Juni 2025, 16:07 WIB
Reni Susanti

Editor

BANDUNG, KOMPAS.com - Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Jawa Barat, Ijang Faisal menyesalkan terulangnya kekacauan pelayanan dalam puncak ibadah haji tahun ini, terutama dalam proses pemindahan jamaah dari Muzdalifah ke Mina.

Banyak jamaah asal Indonesia dilaporkan terlantar tanpa kejelasan transportasi dan terpaksa berjalan kaki sejauh beberapa kilometer dalam kondisi fisik yang lemah.

“Kami sangat prihatin dengan kondisi jamaah haji kita. Ini bukan sekadar persoalan teknis, tapi menyangkut keselamatan jiwa,” ujar Ijang dalam rilis yang diterima Kompas.com, Minggu (8/6/2025).

“Fakta bahwa ribuan jamaah harus berjalan kaki dari Muzdalifah ke Mina karena tidak ada kendaraan yang menjemput adalah bentuk kegagalan manajemen lapangan yang tidak bisa ditoleransi,” tutur dia.

Baca juga: Dua Jemaah Haji Madura Meninggal di Makkah, Satu Wafat saat Antre ke Muzdalifah

Situasi di Muzdalifah yang semrawut membuat sebagian pagar pembatas jebol karena desakan massa.

Laporan dari berbagai daerah, termasuk Bogor dan Kudus, memperlihatkan jamaah lansia dan perempuan terpaksa menempuh perjalanan panjang tanpa istirahat.

Padahal mereka nantinya akan melaksanakan prosesi lempar jumrah yang mengharuskan berjalan lagi sejauh delapan kilometer pulang-pergi.

Ijang menilai, perubahan sistem layanan dari maktab ke syarikah menjadi akar persoalan yang belum disiapkan secara matang.

Baca juga: Antre 3 Jam di Muzdalifah, Jemaah Haji Cirebon Putuskan Jalan Kaki Menuju Mina

Delapan syarikah yang ditunjuk untuk menangani jamaah tahun ini dianggap belum menjalankan fungsi secara optimal.

Ia mengungkapkan keprihatinan bahwa pelaksanaan sistem baru tersebut dilakukan tanpa simulasi terlebih dahulu bersama negara pengirim jamaah, termasuk Indonesia yang setiap tahun mengirimkan jamaah dalam jumlah terbesar.

“Transformasi sistem itu sah-sah saja demi efisiensi dan peningkatan layanan, tetapi jangan uji coba langsung ke jamaah. Apalagi ini menyangkut umat Islam dari berbagai penjuru dunia yang datang untuk menunaikan ibadah paling sakral dalam hidup mereka,” tegasnya.

Menurutnya, pelayanan tahun lalu yang masih menggunakan sistem maktab relatif lebih terorganisasi. Jamaah dijemput dari Muzdalifah sebelum subuh dan diberi ruang untuk beristirahat di tenda sebelum melanjutkan lempar jumrah.

Tahun ini, banyak jamaah bahkan tidak dapat langsung masuk ke tenda Mina karena persoalan administrasi atau keterlambatan teknis syarikah.

Untuk itu, IPHI Jabar mendesak Pemerintah Indonesia, termasuk Presiden Prabowo Subianto, melakukan pendekatan langsung kepada otoritas Kerajaan Arab Saudi.

Ia berharap agar sistem layanan haji Indonesia bisa mendapatkan perlakuan khusus mengingat kompleksitas dan jumlah jamaah yang besar setiap tahunnya.

“Indonesia bukan sekadar peserta, kita adalah mitra strategis dalam penyelenggaraan haji. Jamaah kita harus diprioritaskan dalam standar layanan. Ini saatnya Presiden turun tangan,” tegas Ijang.

Di sisi lain, IPHI mendorong evaluasi kinerja delapan syarikah yang bertugas tahun ini. Perusahaan yang terbukti tidak sanggup memberikan layanan layak sebaiknya tidak dilibatkan dalam musim haji tahun depan.
Sementara yang menunjukkan kinerja baik, layak mendapat kontrak jangka panjang.

“Haji bukan sekadar logistik massal, ini soal ibadah dan martabat. Jangan jadikan jamaah kita korban kekacauan manajemen,” pungkasnya.

IPHI Jawa Barat menegaskan komitmennya untuk terus mengawal perbaikan penyelenggaraan haji, sekaligus menjadi mitra kritis pemerintah dalam memastikan pelayanan yang manusiawi, profesional, dan sesuai dengan spirit penghormatan terhadap tamu-tamu Allah di Tanah Suci.

Ijang juga berharap pelayanan tahun depan akan lebih baik dengan peralihan pengelola dari Kemenag ke BPIH.

"Sekalipun saya pribadi sayangkan kenapa di akhir pelayanan ada kejadian seperti ini? Mencoreng nama baik Menag dan Dirjen Haji. Negara lain kok tidak ada berita seperti ini? Jangan-jangan ada sabotase internal kepada Dirjen Haji, ya?" pungkasnya.

Penjelasan Kementerian Agama

Sementara itu, Kementerian Agama mengakui, pemberangkatan jemaah haji Indonesia dari Muzdalifah ke Mina mengalami keterlambatan dari target yang ditentukan.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief menjelaskan, pemberangkatan awal jemaah haji dari Muzdalifah ke Mina telah sesuai kebijakan Pemerintah Arab Saudi, yakni dimulai pada pukul 23.35 WAS, 10 Zulhijjah 1446 H.

“Realisasi di lapangan, pemberangkatan jemaah haji dari Muzdalifah ke Mina secara umum dimulai tepat waktu. Namun secara keseluruhan, proses evakuasi berhasil dilakukan dan Muzdalifah dinyatakan kosong dari jemaah haji Indonesia pada pukul 09.40 WAS, terlambat 40 menit dari target yang ditetapkan,” papar Hilman Latief di Makkah, Sabtu (7/6/2025). 

Hilman mengungkapkan, ada tiga penyebab keterlambatan, yakni pertama, ketidakkonsistenan jadwal bus karena ada ribuan bus yang dioperasionalkan dan antrean yang panjang.

Kedua, keterlambatan perputaran bus dari Mina ke Muzdalifah dalam beberapa jam pada waktu tertentu akibat kepadatan lalu lintas. Terakhir, masifnya jemaah yang berjalan kaki.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau