Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penemuan Kodok Merah di Bogor, Spesies Langka dan Terancam Punah

Kompas.com, 9 Juni 2025, 17:49 WIB
Afdhalul Ikhsan,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com – Tim Taman Safari Indonesia (TSI) menemukan kodok merah (Leptophryne cruentata) atau yang dikenal sebagai bleeding toad di wilayah konservasi pegunungan Jawa Barat.

Penemuan ini terjadi secara tidak sengaja saat tim menjalankan program pelepasliaran elang Jawa pada awal 2023.

Animal Asisten Kurator TSI, Arief Mutargan menjelaskan, protokol konservasi mengharuskan tim untuk mengecek kualitas lingkungan atau kelayakan habitat sebelum melakukan pelepasliaran.

Baca juga: Pantai Pulau Kodok di Tegal: Daya Tarik, Asal-usul Nama, dan Rute

"Nah saat monitoring kelayakan lingkungan, kita temukan lah kodok merah ini,” kata Arief dalam acara diskusi Foksi (Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia) di TSI, baru-baru ini.

Lokasi penemuan kodok merah tidak disebutkan secara spesifik untuk menjaga kelestarian habitat aslinya.

Sebab, jika lokasi diumumkan, akan ada risiko perburuan atau eksploitasi oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Penemuan ini segera dilaporkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat.

Baca juga: Pantai Watu Kodok di Gunung Kidul: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Setelah melalui proses verifikasi, TSI mendapat kepercayaan untuk melakukan konservasi eks situ terhadap kodok merah.

Arief mengungkapkan, TSI telah mendapatkan restu dari BKSDA untuk menjalankan program konservasi dan penangkaran.

Dari 16 ekor indukan, ratusan telur berhasil ditetaskan, dan saat ini tujuh ekor telah melalui tahap metamorfosis menjadi kodok dewasa.

"BKSDA juga memberikan 16 ekor spesimen kodok merah untuk dikembangbiakkan. Hasilnya, saat ini kami berhasil menetaskan sekitar 100 sampai 150 anakan, dengan tujuh di antaranya telah berhasil melewati fase metamorfosis," tambah Arief.

Penyebab Penurunan Populasi

Kodok merah hanya dapat ditemukan di kawasan Gunung Gede Pangrango dan Gunung Halimun Salak, dengan populasi yang kini tersisa sekitar 250 ekor di alam liar, yang membuatnya dalam kondisi kritis.

Arief menjelaskan, penurunan populasi disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perubahan iklim dan aktivitas wisata yang tidak ramah lingkungan.

Kodok merah sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, terutama kualitas air, karena mereka hidup di mata air pegunungan yang jernih.

"Contohnya beberapa kebiasaan pengunjung wisatawan di Bogor, seperti mandi menggunakan sabun di curug (air terjun), itu sangat merusak habitat air yang menjadi tempat hidup kodok ini," ungkap Arief.

Keberadaan kodok merah yang terbatas pada dua kawasan gunung di Jawa Barat membuatnya sangat rentan terhadap ancaman lokal.

"Kalau habitatnya rusak, langsung punah. Beda dengan spesies lain yang penyebarannya luas, misalnya kodok tanduk," tuturnya.

Lebih dari sekadar menjaga satu spesies, konservasi kodok merah juga berdampak pada ekosistem secara keseluruhan.

Dalam fase kecebong, kodok merah berperan sebagai pembersih alami air dengan memakan kotoran organik dan lumut.

Saat dewasa, mereka menjadi pemangsa alami serangga seperti nyamuk dan kutu tanah yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.

"Jadi kalau mereka punah, kualitas air akan menurun, hama tanaman bisa meningkat, dan ini berdampak ke ekosistem lain bahkan manusia," jelas Arief.

Taman Safari kini juga tengah aktif menggelar kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian amfibi, terutama kodok merah yang populasinya sangat terbatas dan terancam punah.

Arief menekankan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap peran satwa kecil ini dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan kesehatan lingkungan manusia.

"Konservasi satwa tidak hanya soal gajah, harimau, atau orangutan. Kita juga harus mulai peduli pada satwa kecil yang mungkin tak terlihat tapi punya dampak besar bagi keberlangsungan hidup kita," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Bandung
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Bandung
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Bandung
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Bandung
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
Bandung
4 Gadis Pengeroyok Remaja Putri di Tasikmalaya: Putus Sekolah, Tinggal di Kos
4 Gadis Pengeroyok Remaja Putri di Tasikmalaya: Putus Sekolah, Tinggal di Kos
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau