BANDUNG, KOMPAS.com - Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Atip Latipulhayat menanggapi kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menghapus pekerjaan rumah (PR) untuk siswa sekolah.
Menurut Atip, kewenangan untuk memberikan PR seharusnya berada di tangan guru, karena PR merupakan bagian dari proses pembelajaran yang dirancang untuk memperdalam pemahaman materi.
Atip mengingatkan, meskipun pemerintah daerah memiliki wewenang dalam penyusunan dan pengelolaan sistem pendidikan, hal tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tentang sistem pendidikan nasional.
Baca juga: Dedi Mulyadi Hapus PR bagi Siswa, Komisi X DPR: Itu Bagus, Saya Setuju
Ia juga menekankan pentingnya koordinasi dengan pemerintah pusat.
"Terkait kebijakan itu sebenarnya merupakan bagian dari kewenangan pendidik. Pemerintah daerah memang bisa membuat kebijakan di bidang pendidikan, namun tetap harus mengacu pada peraturan yang berlaku,” kata Atip saat ditemui di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jalan Setiabudhi, Kota Bandung, Senin (9/6/2025).
Lebih lanjut, Atip menjelaskan, pemerintah pusat bertanggung jawab dalam menetapkan standar pendidikan nasional, mulai dari proses hingga standar kompetensi lulusan.
Baca juga: Lantik Sekda Baru, Wali Kota Bandung Amanahkan 3 PR Utama
Ia menekankan, perlunya PR untuk siswa tergantung pada kondisi masing-masing satuan pendidikan.
"Karena proses belajar di tiap sekolah bisa berbeda, maka guru sebagai pendidik yang paling memahami kebutuhan siswanya,” tambahnya.
Sebelumnya, Gubernur Dedi Mulyadi mengeluarkan Surat Edaran bernomor 81/PK.03/DISDIK tentang Optimalisasi Pembelajaran di Lingkungan Satuan Pendidikan pada Rabu (4/6/2025).
Dalam surat edaran tersebut, ditekankan bahwa pemberian PR kepada siswa dihapus dan waktu setelah sekolah dianjurkan untuk dimanfaatkan dalam kegiatan yang mendorong keterlibatan sosial, kreativitas, dan pengembangan karakter siswa.
Kegiatan ini mencakup membantu orangtua di rumah, mengikuti kegiatan keagamaan, kesenian, olahraga, literasi, hingga kewirausahaan.
Dedi menjelaskan, alasan penghapusan PR adalah karena mayoritas pekerjaan rumah dikerjakan oleh orangtua ketimbang siswa.
"Maka pekerjaan di sekolah diselesaikan di sekolah. Karena selama ini ada ironi, gurunya ngasih PR pada muridnya yang ngerjainnya orangtuanya," ujarnya di Gedung Pakuan, Jalan Cicendo, Kota Bandung.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang