BANDUNG, KOMPAS.com – Kuasa hukum korban pembunuhan santri di Pondok Pesantren Ar-Rohman, I Made Rediyudana, menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung, Rabu (23/7/2025).
Salah satu yang disesalkan Made adalah hadirnya perwakilan dari pihak pondok pesantren saat agenda mendengarkan keterangan saksi anak dalam sidang keempat.
"Tadi sudah selesai pengesahan saksi, tetapi tadi ada kejanggalan sedikit dari saksi anak yang tadi pertama kali dipersidangkan itu didampingi oleh dari pihak pesantren," kata Made usai sidang.
Menurut Made, seharusnya saksi anak didampingi oleh orangtua atau pekerja sosial dari Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bandung.
Dalam sidang tersebut, saksi kedua dari Polsek Ibun juga menyampaikan hal yang dinilai janggal oleh kuasa hukum korban.
Baca juga: Unjuk Rasa Keluarga Korban Pembunuhan Santri di Bale Bandung: Banyak Kejanggalan
"Saksi yang kedua tadi dari kepolisian Polsek Ibun, itu juga jelas mengatakan bahwa terdakwa menyerahkan diri. Kemudian dari hasil pertanyaan-pertanyaan dan kemudian luka-luka yang diakui itu dari belakang," ujarnya.
Made juga menyampaikan adanya pernyataan bahwa pelaku sempat mencari keberadaan korban sebelum kejadian, sehingga menurutnya korban tidak sempat melawan.
"Ada jeda waktu gitu. Dia mencari dulu. Berarti kan jelas bahwa korban ini tidak melawan gitu," terangnya.
Ia mengatakan akan menunggu agenda sidang berikutnya, yaitu mendengarkan keterangan dari terdakwa. Namun, pihak keluarga korban juga menyiapkan langkah hukum lanjutan.
"Sekarang orangtua korban rencana akan melaporkan pihak yayasan, sebagai pihak sekolah yang harusnya menjaga, bertanggung jawab terhadap anak didiknya, tapi terjadi kelalaian sehingga matinya anak didik di situ. Jadi kita akan bikin laporan," tutur Made.
Selain laporan pidana baru, pihaknya akan menyurati lembaga-lembaga seperti Komnas HAM, KPAI, hingga DPR RI.
Baca juga: Korban Dugaan Penganiayaan oleh 13 Santri Ponpes Ora Aji Dilaporkan Balik, Kuasa Hukum: Kami Hadapi
"Laporan baru, laporan pidana baru, dan ini terus akan kita lakukan untuk bagaimana keadilan ini ditegakkan untuk masyarakat. Kita minta ini keadilan ditegakkan oleh aparat hukum," katanya.
Made juga menyinggung tanggung jawab moral lembaga pendidikan dalam menyikapi kenakalan anak.
"Nah, di sini saya mau kedepankan adalah ini lembaga pendidikan, ini lembaga sekolah yang harusnya bermoral gitu ya. Misalkan ada anak bandel juga enggak harus dibunuh gitu. Tidak harus dikejar untuk dibacok," bebernya.
Sebelumnya, puluhan massa melakukan aksi unjuk rasa di depan PN Bale Bandung, Jalan Jaksanarata, Baleendah, Kabupaten Bandung. Mereka berasal dari keluarga korban, kerabat, dan warga Kecamatan Solokanjeruk.
Mereka menuntut transparansi proses persidangan dalam kasus pembunuhan santri berinisial AN (14) oleh Fauzan Hamzah (25), anak pemilik pondok pesantren.
Menurut mereka, sejak penanganan kasus yang terjadi pada Rabu (5/3/2025), ditemukan kejanggalan, termasuk dalam penerapan pasal terhadap pelaku. Mereka menilai seharusnya pelaku dijerat dengan pasal pembunuhan terhadap anak di bawah umur, bukan pasal 351 ayat (1) dan pasal 338 KUHP.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang