BANDUNG, KOMPAS.com – Di tengah hiruk-pikuk lalu lintas di jalan utama kawasan Soreang, Kabupaten Bandung, deretan pedagang kaki lima (PKL) terlihat menggelar dagangan mereka.
Meskipun rambu larangan telah dipasang dan patroli Satpol PP sering dilakukan, sejumlah pedagang tetap bertahan, karena berdagang merupakan satu-satunya cara untuk menyambung hidup.
“Kalau saya berhenti, anak saya makan apa? Sekolah juga butuh biaya,” ungkap Anto (45), sambil meracik semangkuk mi ayam untuk pembeli pada Senin (25/8/205).
Baca juga: Relokasi 234 PKL di Ciater-Cagak Subang, Satpol PP Jabar: Digeser Bukan Digusur
Anto telah berjualan di lokasi tersebut 8 tahun. Meskipun khawatir akan digusur, ia tetap melanjutkan aktivitasnya.
Ia menyadari bahwa tindakannya melanggar aturan, namun kebutuhan hidup yang semakin mendesak membuatnya tidak memiliki pilihan lain.
“Saya pernah coba ikut aturan pindah ke tempat relokasi, tapi di sana sepi pembeli. Dagangan saya nggak laku,” ujarnya.
Kisah serupa dialami Sri Wahyuni (39), seorang penjual gorengan yang berjualan di trotoar dekat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Otto Iskandardinata (Otista).
Ia menjadi tulang punggung keluarga sejak suaminya meninggal empat tahun lalu.
“Anak saya masih sekolah semua. Kalau tidak jualan, mereka bisa putus sekolah,” ujarnya dengan suara bergetar.
Setiap pagi, Sri membawa ember berisi adonan gorengan. Bau minyak panas dan tempe goreng menjadi penanda bahwa ia sudah membuka lapak.
Meskipun ia sadar bahwa berjualan di trotoar menghalangi pejalan kaki, ia merasa ini adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup.
Baca juga: Kios Dibongkar, PKL Jalur Wisata Bandung-Subang Terima Uang Tunggu Rp 10 Juta
Operasi penertiban bukanlah hal baru bagi para pedagang seperti Sri dan Anto.
Mereka seringkali mengalami penyitaan gerobak, dagangan tersapu, bahkan harus kabur meninggalkan barang dagangan.
“Rugi besar, tapi saya tetap kembali lagi. Mau bagaimana lagi?” kata Sri lirih.
Kehadiran PKL menimbulkan persoalan pelik, di satu sisi mereka hadir karena kebutuhan. Namun di sisi lain, keberadaan mereka dapat mengganggu ketertiban, kebersihan, dan menyebabkan kemacetan lalu lintas.