Editor
BANDUNG, KOMPAS.com - Tren pelajar Indonesia melanjutkan studi ke luar negeri terus mengalami peningkatan, terutama ke negara-negara Asia Timur, seperti China dan Taiwan.
Faktor biaya kuliah yang kompetitif, kemajuan riset dan teknologi, serta kemitraan strategis dengan Indonesia menjadi pendorong utama.
Menurut data China Daily, jumlah mahasiswa Indonesia di China sejak pandemi 2021 telah mencapai lebih dari 15.000 orang. Angka ini meningkat sekitar 10 persen setiap tahun sejak 2014. Mereka tersebar di berbagai universitas negeri maupun swasta di sejumlah provinsi.
Baca juga: 32 Sekolah di Bandung Terapkan Pembelajaran Jarak Jauh, ASN Tetap Kerja Normal
Salah satu warga Bandung yang melanjutkan kuliah di China, Amara Herlambang mengatakan, negara Tirai Bambu tersebut menawarkan banyak beasiswa.
“Saya Memilih China karena kualitas pendidikannya dan kemajuannya pada teknologi sangat cepat. Tak heran kalau ada hadist yang bilang belajarlah sampai ke negeri China,” ucap dia.
Orang-orang di negara Asia Timur pun ramah pada pendatang seperti dirinya. Ia pun belajar banyak dari China, seperti disiplin.
Melihat makin meningkatkan minat masyarakat Indonesia ke China, banyak lembaga kursus ataupun sekolah hingga pesantren yang memasukkan bahasa mandarin dalam kurikulum mereka.
Bahkan ada yang menambahkan kurikulum bahasa mandarin sejak TK, seperti di Sekolah Terpadu Sedaya Bintang. Sekolah yang berada di Kota Bandung ini, merancang khusus kurikulum bahasa Mandarinnya.
“Kami memandang lingkungan sekolah sebagai guru ketiga, ruang hidup yang memberi pengalaman belajar autentik, memupuk rasa ingin tahu, serta menumbuhkan kemandirian dan kolaborasi,” ujar Executive Director Unit Edukasi PT Summarecon Agung, Aida Halim, dalam rilisnya.
Baca juga: Begini Persiapan Makan Bergizi Gratis untuk 7 Sekolah di Bandung
Di sekolah ini, para siswa mendapat pengajaran langsung dari native speaker yang tidak hanya fasih berbahasa Mandarin, tetapi juga dibekali metode pedagogis sesuai tahap perkembangan anak.
Metode yang digunakan pun beragam, mulai dari lagu, permainan peran, simbol, gestur, hingga media visual.
“Dengan pendekatan multisensori, anak-anak tidak hanya mendengar kosakata baru, tetapi juga melihat, bergerak, dan mempraktikkannya secara langsung, sehingga lebih cepat menyerap dan mengingat,” kata Aida.
Suasana kelas juga dirancang agar anak terbiasa menggunakan bahasa Mandarin sejak awal. Mereka diajak bertanya, menjawab, dan berinteraksi langsung dengan bahasa tersebut.
Misalnya, mereka menyapa sesama teman, guru, ataupun tamu yang berkunjung dengan menggunakan bahasa mandarin.
Kemudian di kelas ditempel beberapa gambar untuk memudahkan anak-anak TK dan SD kelas bawah menggunakan bahasa Mandarin.
Misalnya simbol C untuk ke toilet. Saat mereka ingin ke toilet, anak-anak ini akan menyebutkan bahasa mandarinnya toilet sambil mengangkat tangan membentuk simbol huruf c.
“Kami percaya, dengan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan, anak-anak akan lebih percaya diri menguasai bahasa Mandarin, baik lisan maupun tulisan,” tambah Aida.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang