BANDUNG BARAT, KOMPAS.com - Besaran tunjangan anggota DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) menjadi sorotan publik karena dianggap jauh dari realitas sosial-ekonomi masyarakat setempat.
Ketua DPRD KBB diketahui menerima tunjangan perumahan sebesar Rp 50.588.000 per bulan berdasarkan Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor 1.3.3.2/Kep yang diterbitkan pada Januari 2025.
Wakil Ketua DPRD memperoleh Rp 45.882.000 per bulan, sedangkan anggota dewan menerima Rp 43.529.000.
Baca juga: Bupati Bandung Barat Bongkar Pasang 14 Pejabat, 3 Kepala Dinas Jadi Staf Ahli
Nominal tersebut dinilai fantastis karena jika dibandingkan dengan rata-rata penghasilan masyarakat Bandung Barat yang masih berada di kisaran Rp 3–5 juta per bulan, jaraknya sangat mencolok.
Selain tunjangan rumah, setiap anggota DPRD KBB juga mendapat tunjangan transportasi sebesar Rp 17.400.000 dan tunjangan komunikasi senilai Rp 14.700.000.
Dengan akumulasi itu, total tunjangan anggota DPRD bisa mencapai Rp 75.629.000 per bulan, belum termasuk tunjangan lain yang melekat maupun tambahan lain sesuai aturan.
Pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Cimahi, Arlan Sidhha, menyebut adanya disparitas tajam yang perlu segera dievaluasi.
"Kalau kita lihat angka-angkanya, memang harus ada evaluasi. Ini terlalu jomplang," kata Arlan.
Baca juga: DPRD Bandung Barat Bungkam soal Tunjangan, Pengamat: Publik Berhak Tahu
Menurutnya, meski tunjangan tersebut sah secara regulasi dan disesuaikan dengan kemampuan daerah, tetap diperlukan kajian mengenai idealitas dan kesesuaian dengan kondisi ekonomi masyarakat setempat.
"Jangan sampai seolah-olah ini hal biasa. Karena sudah jelas itu hal besar bagi masyarakat. Jadi harus ada narasi yang masuk akal kepada publik. Tunjangan besar bisa diterima masyarakat kalau komunikasinya jelas," tegasnya.
Arlan menilai persoalan bukan semata soal besar kecilnya tunjangan, melainkan ketimpangan antara kinerja dengan penghargaan yang diterima DPRD.
"Kalau masih banyak jalan rusak, pendidikan belum memadai, dan pelayanan kesehatan buruk, lalu DPRD menerima tunjangan sebesar itu, tentu wajar masyarakat marah," ujarnya.
Ia menekankan bahwa penilaian kelayakan tunjangan harus dilihat dari konteks daerah secara menyeluruh, termasuk sejauh mana peran DPRD dalam mengawasi program pemerintah.
"Kalau semua program berjalan baik dan masyarakat merasa terlayani, maka besar kecil tunjangan bisa dimaklumi. Tapi jika tidak, maka itu jadi masalah besar," kata Arlan menambahkan.
Baca juga: 5 Dinas Strategis di Bandung Barat Tanpa Kepala, Dewan Ingatkan Pelayanan Dasar
Ia juga menyarankan DPRD untuk tidak hanya berlindung pada aturan, melainkan aktif membangun komunikasi politik yang terbuka dengan masyarakat.
"Publik itu bukan tidak paham. Mereka hanya ingin keadilan dan transparansi. Kalau dijelaskan dengan baik, mungkin mereka akan menerima, meskipun nilai tunjangannya besar," ujarnya.
Namun, tingginya tunjangan ini juga dikhawatirkan bisa memicu kecemburuan sosial di tengah jurang kesenjangan ekonomi yang masih lebar.
Terlebih, jika narasi publik yang berkembang menggambarkan para legislator minim kontribusi, jarang hadir di rapat, dan hanya terkesan formalitas.
Arlan pun mengingatkan pentingnya evaluasi, terutama terkait tunjangan perumahan yang dinilai terlalu besar.
"Kemendagri sebenarnya sudah memberi arahan agar tunjangan-tunjangan itu dievaluasi. Ya lakukan itu agar disparitas ini tidak terus melebar," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua DPRD Bandung Barat, Muhammad Mahdi menegaskan, pihaknya siap mengikuti aturan jika memang tunjangan anggota dewan perlu direvisi.
"Kami mengikuti aturan di atas saja. Kami enggak bisa menentang aturan. Masalah cukup atau tidak, gimana kami bersyukur aja,” kata Mahdi saat ditemui di Padalarang pada Senin (1/9/2025).
Pernyataan ini muncul di tengah kritik publik mengenai besaran tunjangan yang dianggap tidak sebanding dengan kondisi ekonomi masyarakat Bandung Barat yang masih timpang.
Mahdi mengakui bahwa tunjangan yang diterima anggota DPRD Bandung Barat bervariasi dan tidak semewah tunjangan di dewan pusat.
Baca juga: Soal Tunjangan Dewan, Ketua DPRD Bandung Barat: Kami Ikuti Aturan di Atas
"Beda-beda. Tergantung yang pasti tidak seperti di dewan pusat. Intinya kalau tunjangan itu dihilangkan dan jadi aturan, kenapa tidak," ujar Mahdi.
Ia juga meminta seluruh anggota DPRD Bandung Barat untuk menjaga sikap dan ucapan agar tidak memperkeruh suasana serta melukai perasaan publik yang sensitif terhadap isu kesejahteraan pejabat.
"Kami mengimbau kepada teman-teman untuk tidak memberikan statement yang justru melukai masyarakat. Berkata dengan perkataan yang baik. Kalau tidak bisa, mending diam. Kita di KBB juga menjaga itu," tuturnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang