BOGOR, KOMPAS.com - Empat warga Desa Sukawangi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Kehutanan.
Mereka dianggap menduduki kawasan hutan tanpa izin, atau ilegal.
Penetapan tersangka ini terungkap setelah pertemuan antara tiga kepala desa di Kecamatan Sukamakmur, yaitu Kades Sukawangi Budiyanto, Kades Sukamulya Komar, dan Kades Sukaharja Atikah, dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Bale Pakuan, Bogor, Rabu (24/9/2025) sore.
Baca juga: Bukan Sukawangi, Ini 2 Desa di Bogor yang Jadi Jaminan Utang Bank dan Dilelang
Desa Sukawangi saat ini tengah menghadapi sengketa lahan dengan Kementerian Kehutanan. Seluruh wilayah desa seluas 1.800 hektar dinyatakan sebagai kawasan hutan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kementerian Kehutanan Nomor 3465 Tahun 2014.
Sementara itu, dua desa lainnya, Sukamulya dan Sukaharja, terlibat dalam sengketa lahan yang terkait dengan perkara BLBI yang melibatkan terpidana Lee Darmawan alias Lee Chin Kiat.
Kades Sukawangi Budiyanto menjelaskan, empat warganya tidak pernah menyangka kehidupan mereka di kampung halaman akan berujung pada status tersangka.
"Mereka dianggap menduduki kawasan hutan tanpa izin, padahal tanah yang ditempati sudah diwariskan turun-temurun sejak puluhan tahun lalu," ungkapnya.
Budiyanto menambahkan, tuduhan tersebut sangat mengejutkan bagi warganya, karena keempat orang itu hanya menjalani aktivitas sehari-hari, seperti tinggal di rumah, mengelola kebun, dan menggunakan jalan desa maupun jalan kabupaten.
Baca juga: Desa Sukawangi di Bogor Diklaim Diagunkan ke Bank, Ini Penjelasan Kades
Ia menilai keputusan tersebut tidak adil, mengingat desa tersebut telah ada sejak 1930, jauh sebelum SK 3465 diterbitkan.
"Kalau SK ini kan ketahuannya baru kemarin. Pas ada Gakkum turun ke Sukawangi. Nah sekarang udah ada empat warga yang ditersangkakan," jelasnya.
Kondisi ini membuat warga Desa Sukawangi resah. Jika empat orang bisa dipidana, maka warga lain yang telah menempati rumah mereka selama puluhan tahun juga berpotensi terjerat kasus serupa.
Mereka juga khawatir karena fasilitas umum seperti sekolah, lapangan, pesantren, dan jalan desa sepanjang 63 kilometer ikut diklaim sebagai kawasan hutan.
Ironisnya, di tengah ketidakpastian status lahan, warga tetap diwajibkan membayar pajak dengan total nilai Rp 1,8 miliar per tahun, meskipun lahan yang mereka tempati dianggap ilegal.
"Ini membuat warga bingung. Bayar pajak dianggap sah, tapi tinggal di tanah sendiri dianggap melanggar hukum," kata Budiyanto.
Setelah pertemuan dengan Gubernur Dedi Mulyadi, Budiyanto merasa bersyukur karena gubernur berjanji akan berkoordinasi langsung dengan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni untuk membicarakan kasus ini.
"Pak Gubernur juga akan membantu menangani kasus empat warga kami yang jadi tersangka," ucapnya.
Budiyanto berharap pemerintah pusat segera mengambil langkah tegas untuk menghentikan kriminalisasi terhadap warganya.
Ia menilai solusi yang mungkin adalah mengeluarkan regulasi khusus yang mengeluarkan Desa Sukawangi dari klaim kawasan hutan.
"Harapan kami, masalah ini cepat selesai dan warga tidak lagi hidup dalam ketidakpastian hukum," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang