Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang, Akademisi: Bukti Harus Lebih Terang dari Cahya

Kompas.com, 18 Maret 2022, 20:02 WIB
Rachmawati

Penulis

KOMPAS.com - Tujuh bulan berlalu, kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang, Jawa Barat masih belum terungkap.

Tuti Suhartini (55) dan anaknya, Amalia Mustika Ratu (23) ditemukan tewas di rumahnya di Kampung Ciseuti Desa Jalan Cagak Kecamatan Jalan Cagak Kabupaten Subang pada 18 Agustus 2021.

Saat ditemukan kondisi mereka berdua berlumuran darah.

Hingga Senin (14/3/2022), polisi telah memeriksa 118 saksi termasuk saksi ahli yakni ahli sketsa wajah, dokter kesehatan jiwa hingga satuan satwa pelacak K9.

Baca juga: 7 Bulan Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang, Akademisi Ingatkan Kasus Sengkon Karta Tahun 1974

Terkait kasus tersebut, ahli hukum pidana, Aditya Wiguna Sanjaya mengatakan dalam hukum pidana berlaku maxim in criminalibus probantiones bedent esse luce clariores atau bukti dalam perkara pidana harus lebih terang dari cahaya.

Pria yang menyelesaikan gelar doktor di bidang ilmu pidana di Universitas Brawijaya itu mengatakan pembuktian memegang peran sentral.

"Yang penting di sini adalah alat bukti, karena bukti harus lebih terang dari cahaya," kata Aditya saat dihubungi Kompas.com pada Jumat (18/3/2022).

"Dalam perkara pidana, pembuktian memegang peran sentral karena dalam hukum pidana yg dicari adalah kebenaran materiil. Pembuktian ini dilakukan dari tahapan penyidikan, penuntutan sampai di persidangan. Masing-masing pejabat dalam setiap tingkat pemeriksaan punya parameter untuk membuktikan. Nah yang penting di sini adalah alat bukti," kata Aditya.

Walaupun mirip, Aditya mengatakan alat bukti dan barang bukti memiliki makna yang berbeda.

Baca juga: Kasus Subang Belum Terungkap, Kriminolog: Kalau Sudah Ada Sketsa Wajah, Berarti Ada Target

"Alat bukti sudah ditentukan di dalam Pasal 184 KUHAP yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa dan petunjuk. Sedangkan sampai hari ini, dalam KUHAP existing barang bukti di dalam hukum pembuktian di Indonesia bukanlah merupakan suatu alat bukti," kata dia

Secara umum, salah satu alat bukti utama adalah keterangan saksi dan untuk kasus di Subang petugas masih belum ada alat bukti utama.

"Dalam kasus di Subang, barang bukti sudah ditemukan seperti benda-benda yang tertinggal di TKP. Namun dalam perkara pidana alat bukti yang paling penting adalah keterangan saksi. Yakni yang melihat, mengetahui, mendengar secara langsung. Dan ini yang perlu betul-betul di dalami," kata Aditya.

Baca juga: Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang, Yoris Tak Hadiri Pemeriksaan, Ini Alasannya

Menurutnya walau sudah memeriksa banyak saksi, namun pemeriksaan itu belum mengarah ke satu titik.

"Walaupun sudah memeriksa seribu saksi pun jika dia tidak terlibat langsung tentu akan sulit untuk menentukan tersangka," kata dia.

"Jangan sampai salah tangkap. Salah orang seperti kasus Sengkon Karta tahun 1977 yang pernah menggemparkan dunia hukum tanah air," tambah dia.

Walau proses sudah berjalan 7 bulan, Aditya mengatakan polisi lebih baik fokus ke alat bukti karena dalam perkara pidana, termasuk kasus pembunuhan bukti harus terang lebih cahaya.

"Menurut hemat saya, selama bukti belum terang sebaiknya tidak gegabah menetapkan tersangka untuk menghindari kasus Sengkon Karta berulang," kata dia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Bandung
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Bandung
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Bandung
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Bandung
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau