Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPAID Tasikmalaya Kawal Kasus Anak 12 Tahun Didenda Pesantren di Bandung Rp 37 Juta karena Nekat Kabur Saat Mondok

Kompas.com, 5 November 2022, 12:32 WIB
Irwan Nugraha,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, tengah mendampingi kasus anak 12 tahun asal Rajapolah, Tasikmalaya yang harus bayar denda oleh yayasan pondok pesantren tempat menimba ilmunya di Cilangkreng, Kabupaten Bandung.

Orangtua anak tersebut kaget karena jumlah denda yang harus dibayar ke pesantren itu sangat besar, mencapai Rp 37.250.000.

Sang anak selama ini nekat kabur dari pesantren itu dengan alasan tidak betah belajar, dan menjadi pemicu munculnya jumlah tagihan uang denda ke orangtuanya.

Baca juga: Ditinggal Ibu karena Covid-19, Remaja 15 Tahun dan Adiknya Ditawari Mondok di Pesantren

"Padahal sesuai keterangan orangtua anak ke kami (KPAID Kabupaten Tasikmalaya) awal mula belajar di pesantren itu tidak bayar alias gratis. Cuman sempat dibilang kalau anak tak selesai pendidikannya akan ada denda. Namun, orangtua anak tidak diberitahu jumlah denda sampai akhirnya kaget harus bayar denda sampai Rp 37 juta lebih," jelas Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, kepada Kompas.com lewat telepon, Sabtu (5/11/2022).

Ato menambahkan, mulanya orangtua bersama sang anak datang melapor meminta perlindungan ke kantor KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Jumat (4/11/2022) kemarin.

Pihaknya pun akan mendampingi penyelesaian permasalahan anak tersebut yang diwajibkan bayar denda lembaga pendidikannya sendiri dengan sebutan denda disiplin.

"Kami akan melakukan pendampingan terhadap korban. Selain itu, kami melakukan konfirmasi terhadap yayasan tempat pelapor mondok di sana. Kami juga akan mengupayakan keberlangsungan pendidikan korban. Soalnya, setelah kabur dari pondok, sang anak masih belum bisa melanjutkan sekolah, baik formal maupun nonformalnya,” tambah Ato.

Saat ini, lanjut Ato, anak seusianya itu sedang menempuh pendidikan pesantren setara dengan kelas VI sekolah dasar.

Jumlah denda yang ditagihkan ke orangtua korban, dengan alasan denda Rp 50.000 per hari dikalikan 745 hari selama anak itu mondok di pesantren itu.

Baca juga: Seorang Santri Asal Luwu yang Mondok di Jawa Timur Positif Corona

Sehingga, total tagihan denda muncul Rp 37.250.000 ke pihak orangtua usai anak itu kabur ketiga kalinya karena sudah tak betah belajar di pesantren selama ini.

"Bentuknya berupa surat denda administrasi dari yayasan pendidikan sekaligus pondok pesantren di sana (Bandung) ke alamat orangtua korban di Tasikmalaya," kata Ato.

Sementara itu, ibu korban berinisial RSN (31) membenarkan telah mendapatkan surat resmi dari pesantren tempat anaknya belajar sebagai denda disiplin karena pulang ke rumah.

Baca juga: Pulang Mondok dari Jepara, 75 Santri Dikarantina di NTB

Bahkan, anaknya kabur di pesantren itu sudah tiga kali dan sempat sebelumnya tidak pulang ke Tasikmalaya dan menginap di rumah warga di Bandung.

Orangtua pun akhirnya meminta anaknya tinggal di Tasikmalaya karena khawatir dimasukin lagi ke pesantren akan kabur lagi.

"Kalau alasan lainnya tidak bilang, tidak betah saja alasannya. Saya pun awalnya tidak tahu sekolah yayasan tersebut di mana. Awalnya, memang bilang gratis. Cuma memang jika sebelum anak saya tamat belajar belajar sudah pulang, ada denda. Akan tetapi tidak dibilang biaya dendanya berapa," jelas ibu kandung sang anak.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau