BANDUNG, KOMPAS.com - Puluhan jurnalis gabungan dari 4 organisasi berunjuk rasa di depan Markas Polrestabes Bandung, Kamis (31/8/2023), mengecam kekerasan polisi di kerusuhan Dago Elos, Senin (14/8/2023).
Keempat organisasi itu yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Pewarta Foto Indonesia (PFI) Bandung, Wartawan Foto Bandung (WFB), dan Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB).
Selain 4 organisasi terdapat pers mahasiswa, warga, dan seniman yang ikut berunjuk rasa. Mereka berunjuk rasa dari pukul 09.00-11.30 WIB. Dalam aksinya mereka membawa sejumlah spanduk.
Baca juga: Laporan Warga Dago Elos Bandung Akhirnya Diterima Polda Jabar
"Kekerasan terhadap dua jurnalis yang dilakukan polisi dalam menangani protes warga Dago Elos adalah kejahatan serius yang patut dikecam," ujar Fauzan Sazli, Koordinator Divisi Advokasi AJI Bandung, Kamis.
Kasus ini menambah panjang daftar kekerasan terhadap jurnalis-jumalis Indonesia yang sebagian besarnya tidak terselesaikan. Aparat negara, malangnya, kerap ada di jantung masalah.
AJI mencatat sebanyak 58 kasus serangan terhadap jurnalis selama periode Januari hingga Agustus 2023.
Baca juga: Fakta Kerusuhan di Dago Bandung, 7 Orang Diamankan dan soal Lontaran Gas Air Mata
Dari jumlah tersebut, 12 di antaranya merupakan serangan fisik. Di tahun-tahun politik seperti sekarang ini, tren ini tentu membuat khawatir.
Jurnalis bekerja dalam payung kemerdekaan pers yang dijamin oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Tidak hanya menyebarkan informasi dan memberikan hiburan, pers juga memikul peran kontrol sosial. Seorang jurnalis harus secara kritis melaporkan permasalahan yang dihidupi oleh masyarakat lalu menyuarakannya," tutur Ketua AJI Bandung, Tri Joko Heriadi.
Joko menjelaskan, ketika kerja jurnalis dihalang-halangi, direpresi, atau bahkan dibungkam, publiklah yang paling dirugikan.
Mereka akan kehilangan akses terhadap informasi yang akurat, kritis, dan penting serta relevan dalam pengambilan keputusan hidup.
Tanpa penyikapan serius, kekerasan terhadap jurnalis sebagaimana terjadi di Dago Elos akan terus berulang.
Kasus Dago Elos menjadi preseden buruk bagi iklim kemerdekaan pers dan bagi kehidupan berdemokrasi secara luas. Kasus-kasus serupa akan terus terjadi. Dalam bayang-bayang represi, para jurnalis tidak akan memeroleh rasa aman dalam menjalankan tugas mereka.
Terlebih di tahun-tahun politik, kerja jurnalis dirasa semakin penting.
Sikap kritis yang terjaga niscaya berbuah produk-produk jurnalistik yang bermutu dan bisa diandalkan oleh publik. Termasuk pengungkapan potensi atau praktik pelanggaran dan penyelewengan.
Sebelumnya, Kapolrestabes Bandung, Komisaris Besar Budi Sartono, enggan memberikan keterangan saat ditanya soal kekerasan jurnalis oleh polisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.