Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dinilai Merugikan, PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan Ditolak Buruh Jabar

Kompas.com - 13/11/2023, 13:47 WIB
Faqih Rohman Syafei,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.

Pada PP Nomor 51 Tahun 2023 disebut kenaikan upah minimum buruh menggunakan formula yang mencakup tiga variabel, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu yang disimbolkan alfa.

Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat Roy Jinto menilai, aturan yang menjadi dasar penghitungan upah 2024 itu sangat merugikan kaum buruh.

"Sangat merugikan buruh dengan adanya pembatasan kenaikan upah minimum," ujar Roy Jinto, Senin (13/11/2023).

Baca juga: Investasi di Jabar Tetap Tinggi Meski Upah Buruh Mahal

Roy Jinto menyebutkan, bila menggunakan PP Nomor 51 Tahun 2023, upah buruh di tahun depan diprediksi naik hanya 1-3 persen.

Besaran ini, menurut Roy Jinto, berbanding jauh dengan kenaikan upah pegawai negeri sipil (PNS) yang sekitar 8 persen.

Hal itulah yang menurut Roy Jinto menjadi tidak adil bagi kaum buruh, sekaligus menunjukkan pemerintah pro upah murah.

Di samping itu, kondisi ini, menurut dia, akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat di tengah tingginya harga kebutuhan pokok.

"Mencerminkan ketidakadilan kepada buruh, daya beli buruh pastinya akan terus merosot. Harga kebutuhan pokok naiknya sangat signifikan," kata Roy Jinto.

Baca juga: Ini 10 Industri dengan Gaji di Atas Rata-rata Upah Buruh Nasional Per Agustus 2023

Lebih lanjut, Roy Jinto menjelaskan, hitungan yang dipakai pada PP Nomor 51 Tahun 2023 jelas tidak menunjukkan perbaikan untuk peningkatan upah buruh.

"Kenaikan upah minimum di mana sebagian daerah, upah minimum akan menggunakan formula pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi kali alfa," kata Roy Jinto.

Roy Jinto menambahkan, aturan ini menggunakan skema interval indeks rentang tertentu, yakni 0,10-0,30 yang dikalikan pertumbuhan ekonomi.

"Daerah yang upah minimumnya sudah di atas rata-rata konsumsi hanya menggunakan rumus formula pertumbuhan ekonomi alfa saja tanpa penambahan inflasi," kata Roy Jinto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com