BANDUNG, KOMPAS.com - Bakal calon Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menekankan rencana pemerintah untuk memekarkan sejumlah wilayah harus dipertimbangkan dengan matang.
Menurutnya, tujuan dari pemekaran adalah agar pelayanan pemerintah terhadap masyarakat bisa semakin baik dan anggaran daerah dari Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Provinsi Jawa Barat bisa terdistribusi secara merata.
Dedi menilai, pemekaran yang telah terjadi di Jawa Barat kurang tepat karena dianggap tidak memadai untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.
Baca juga: Elektabilitas Tembus 90 Persen, Dedi Mulyadi: Saatnya Jabar Istimewa
Seharusnya, menurut Dedi, pemekaran dilakukan dengan mengukur jumlah penduduk.
“Pertimbangan pemekaran jangan karena pertimbangan administratif tapi pertimbangan kebutuhan publik. Saya ingin ke depan buat patokan sebuah kabupaten tidak boleh penduduknya lebih dari 1,5 juta, maka nanti dibagi berdasarkan jumlah penduduk,” ujar Dedi saat ditemui di Alun-alun Lembang, Selasa (20/8/2024) malam.
Dedi menjelaskan, karena pemekaran wilayah saat ini berdasarkan kebutuhan administratif, maka ada satu kepala daerah yang memimpin hingga 6 juta jiwa dan ada juga yang hanya memimpin 300.000 jiwa.
“Sedangkan birokrasinya sama, jumlah OPD sama, nanti jumlah anggaran kepala daerah mirip-mirip kan rugi dong pemerintah. Misal, ada lurah atau camat memimpin penduduk 200.000 jiwa tapi ada wali kota memimpin 200.000 jiwa, kedudukan lurah atau camat sama dengan wali kota,” ujarnya.
Dedi mengatakan, ketika pemekaran dilakukan hanya dengan pendekatan administratif seperti saat ini, maka timbul kesenjangan pembangunan antara daerah yang jumlah penduduknya sedikit dan banyak.
Baca juga: Elektabilitas Terus Naik pada Pilkada Jabar, Dedi Mulyadi: Pemilih Ridwan Kamil Beralih ke Saya
Jika tiap daerah memiliki jumlah penduduk merata, Dedi memastikan terjadi pendistribusian anggaran yang berkeadilan dan pembangunan di setiap daerah bisa merata.
“Sehingga tidak terjadi misal ada satu kota kebingungan karena gangnya sudah hotmix semua, rumah rakyat miskin selesai semua, nanti uangnya buat apa. Sedangkan di tempat lain jalannya ke sekolah masih nyeberang sungai, kan ini terjadi karena perspektif pemekaran wilayah menjadi pendekatan administratif dan politik,” tandasnya.