BANDUNG, KOMPAS.com - Kepemimpinan dan political will kepala daerah dipandang sebagai kunci dalam menangani hambatan penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) di Jawa Barat dalam integrasi sistem dan layanan publik berbasis teknologi digital.
Hal ini diungkapkan calon gubernur nomor urut 3, Ahmad Syaikhu, yang menyebut bahwa langkah konkret dalam menangani hambatan penerapan SPBE untuk meningkatkan pelayanan publik ini diperlukan keterbukaan di antara para Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Baca juga: Momen Kocak Debat Pilgub Jabar: Syaikhu Salah Ajukan Pertanyaan, Ronal Beri Arah, Dedi Tertawa
Ia menilai ego sektoral dapat menjadi hambatan dalam pengintegrasian sistem SPBE ini.
Baca juga: Debat Pilgub Jabar, Ronal Berseloroh: Lihat Kami, Kolonial, Milenial, Kasep, Leuwih Kasep
"Melakukan integrasi sistem dari berbagai OPD terkait, dan kemudian melakukan political will untuk melakukan integrasi sistem dengan sebaik-baiknya," ucap Syaikhu dalam debat Pilgub 2024, Senin (11/11/2024).
Ia berpandangan bahwa kunci integrasi sistem secara keseluruhan ini terletak pada political will kepada daerahnya.
"Sehebat apa pun sebuah OPD termasuk di antaranya Kominfo, tetapi tanpa adanya political will dan keinginan pemerintah kepala daerah, maka akan sangat sulit mengintegrasikan sistem. Itulah sebabnya pasangan Asih ada yang ahli dalam integrasi sistem," ucapnya.
Senada, cagub nomor urut 2, Jeje Wiradinata, menyebut kunci masalah dalam SPBE ini terletak pada kepemimpinan itu sendiri.
Ia berpandangan bahwa tanpa kepemimpinan yang kuat dan tegas dengan kemauan yang jelas, maka persoalan tersebut hanya akan berputar di ranah teori dan perdebatan.
"Kunci dari semua persoalan, kunci masalah ada pada leadership kepemimpinan itu sendiri. Kalau will pemimpin itu ada kemauan yang jelas bagaimana pelayanan publik ini lebih baik, maka tentu konsep sistem akan berjalan," katanya.
"Sehebat apa pun sistem yang dibuat, tanpa leadership yang baik dan tanpa kepemimpinan yang kuat dan tegas, saya kira semuanya, kita hanya berlama-lama dalam teori dan perdebatan. Kuncinya di leadership kepemimpinan itu sendiri," tambahnya.
Sementara itu, cagub nomor urut 4, Dedi Mulyadi, berpandangan bahwa anggapan persoalan SPBE ini merupakan sebuah proyek, bukan tujuan, adalah sebuah masalah.
"Karena sebuah proyek, maka setiap lembaga membuat proyeknya sendiri-sendiri karena mereka bekerja sama dengan pihak lain. Untuk itu, diperlukan satu lembaga Kominfo yang mengintegrasikan seluruh kelembagaan, tidak menggarap proyeknya masing-masing. Ini adalah bagian dari efisiensi pengelolaan aspek-aspek yang bersifat digital," ujarnya.
Dedi juga berpandangan bahwa pemerintah provinsi Jabar menyiapkan tenaga teknis ahli yang berasal dari internal agar tidak bergantung pada pihak lain.
Adapun cagub nomor urut 1, Acep Adang Ruhiyat, berpandangan bahwa dalam pembangunan reformasi berkelanjutan yang terkait dengan reformasi birokrasi ini diperlukan digitalisasi layanan publik, evaluasi kinerja berbasis hasil, penguatan sistem pengaduan publik, meritokrasi untuk ASN, hingga pelatihan dan sertifikasi ASN.
"Dengan demikian, ini akan bisa mewujudkan birokrasi Jawa Barat yang profesional, efisien, dan berfokus pada pelayanan publik," ujarnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang