Editor
KOMPAS.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memberikan pemaparan dalam sesi diskusi kelas pada kegiatan retreat di Magelang, Rabu (26/2/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Dedi menyoroti berbagai permasalahan yang dihadapi oleh perkotaan dan pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan keberlanjutan lingkungan.
Menurut Dedi, perkembangan perkotaan yang semakin pesat menyebabkan berbagai dampak negatif.
“Yang perkotaan, kita jorok lagi. Apa kebutuhan perkotaan? Ya, itu tadi. Ruang terbuka semakin menempel. Jumlah tunduk semakin banyak. Kebutuhan tanah semakin tinggi,” ujarnya dalam Instagram @dedimulyadi71 yang dikonfirmasi ulang Kompas.com, Rabu.
Baca juga: Dedi Mulyadi: Pemprov Jabar Siap Tutupi Separuh Biaya PSU Kabupaten Tasikmalaya
Selain itu, Dedi juga menyoroti pencemaran lingkungan yang semakin meningkat akibat aktivitas keluarga dan industri.
“Pencemaran lingkungan dari mulai keluarga sama industri semakin kuat,” tambahnya.
Ia juga menyebutkan, fenomena perpindahan warga perkotaan ke daerah yang lebih sejuk, seperti pegunungan, pada akhirnya menyebabkan pengambilan ruang terbuka hijau yang vital bagi kelestarian alam.
Sebagai contoh, Dedi mengungkapkan kebijakan di China yang membatasi orang kota untuk membeli tanah di desa.
“Di media sosial Pemerintah China itu keren, dia memberlakukan aturan bahwa orang kota tidak boleh beli tanah di desa, orang kota tidak boleh bangun rumah di desa. Mereka hanya boleh sewa, tapi tidak boleh membeli,” tegasnya.
Menurut Dedi, kebijakan tersebut berdampak positif bagi ekonomi desa, yang tumbuh dari uang sewa yang dibayarkan oleh orang kota.
Lebih lanjut, Dedi juga membahas permasalahan pembiayaan daerah dan dampaknya terhadap pembangunan. “Semua orang pengin jadi Bekasi. Kenapa? Industri tumbuh, harga tanah naik, pendapatan daerah meningkat,” ujarnya.
Namun, di sisi lain, Dedi mencatat bahwa banyak daerah yang tidak berkembang karena kurangnya daya tarik ekonomi.
“Orang tidak mau jadi kuningan, nungguin gunung, nungguin mata air, enggak ada pendapatan. Enggak mau juga jadi daerah baru Selatan,” jelasnya.
Baca juga: Dilarang Dedi Mulyadi tapi Nekat Study Tour ke Bali, SMAN 1 Cianjur Siap Bertanggung Jawab
Sebagai solusi untuk mengatasi masalah ini, Dedi mengusulkan pemberian insentif untuk kawasan yang dapat menghasilkan mata air dan menjaga keberlanjutan sumber daya alam.
“Saya menawarkan insentif untuk menghasil mata air, insentif untuk kawasan juta,” tutupnya.
Pernyataan tersebut menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara sektor industri, pemerintah, dan masyarakat untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang