Editor
JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengungkapkan bahwa pihaknya sedang menyusun langkah-langkah pemberian insentif untuk industri berbasis ekspor di Jawa Barat.
Langkah ini diambil guna mengantisipasi penerapan tarif resiprokal dari Amerika Serikat yang merupakan kebijakan Presiden AS Donald Trump, yang saat ini masih ditangguhkan.
Dedi menjelaskan bahwa berbagai langkah strategis akan diumumkan pada pekan depan untuk menghadapi tekanan ekonomi global, termasuk dampak dari kebijakan Tarif Trump.
Baca juga: Dedi Mulyadi Canangkan Jabar Nyaah ka Indung demi Memuliakan Para Ibu
"Kita menyiapkan strategi, salah satunya dengan mengkonsolidasikan seluruh industri di Jawa Barat, terutama yang mengekspor produksinya ke Amerika," ujarnya dalam keterangan pers di Bandung, pada Jumat (11/4/2025), dikutip Antara.
Insentif yang dirancang tersebut bertujuan untuk meringankan beban biaya produksi industri, menjaga daya saing sektor manufaktur, serta mendorong stabilitas ekonomi daerah.
"Pemerintah harus membuka berbagai insentif untuk meringankan beban produksi. Banyak opsi yang akan kita umumkan minggu depan," tambahnya.
Salah satu insentif yang tengah dirancang adalah insentif fiskal.
Selain itu, Dedi juga mendorong perluasan pasar ekspor non-tradisional sebagai alternatif dari pasar AS.
"Pasar kita ini terbuka dan luas. Negosiasinya harus dilakukan agar produk-produk kita tetap bisa bersaing," tegasnya.
Baca juga: Pernyataan Menteri Ekonomi se-ASEAN untuk Respons Tarif Impor Trump
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mengungkapkan bahwa kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan oleh Amerika Serikat berpotensi mengganggu kinerja ekspor Jawa Barat, meskipun hingga saat ini belum terlihat dampak dari pengenaan bea masuk baru tersebut.
Pelaksana Tugas Kepala BPS Jabar, Darwis Sitorus, menyampaikan bahwa pengenaan tarif impor sebesar 32 persen oleh AS terhadap produk dari negara lain, termasuk Indonesia, dapat berdampak pada berbagai sektor, termasuk ketenagakerjaan di Jawa Barat.
Darwis mencatat bahwa AS merupakan salah satu tujuan ekspor utama Jabar, dengan surplus neraca perdagangan mencapai sekitar 478,67 juta dollar AS per Maret 2025.
"Kebijakan ini jika diterapkan, dampaknya bisa sangat besar bagi Jawa Barat, mengingat produk ekspor yang berasal dari Jabar itu salah satu yang tertinggi adalah ke AS, seperti rajutan, alas kaki, dan bahan karet. Kita bisa bayangkan jutaan warga Jabar sebagian besar pada sektor industri yang terkait ekspor ke AS," kata Darwis pada Selasa (8/4).
Ia juga berharap pemerintah dapat membuka pasar-pasar baru bagi industri berbasis ekspor, terutama ke negara-negara yang memerlukan penyeimbangan neraca perdagangan.
Baca juga: Di Mata Dedi Mulyadi, Petugas Jalan Provinsi Diuji Kinerja: Diberhentikan atau Gaji Naik
Darwis mencontohkan China dan Taiwan sebagai tujuan ekspor baru yang masih mengalami defisit.
Defisit perdagangan dengan China tercatat sebesar 62,14 juta dollar AS, sementara dengan Taiwan sebesar 7,01 juta dollar AS.
Selain itu, ia juga mengharapkan pemerintah dapat membuka pasar baru untuk produk ekspor Indonesia di negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang