BANDUNG, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, berencana untuk menghidupkan kembali jalur Kereta Api (KA) Bandung-Ciwidey yang telah lama tidak beroperasi.
Rencana ini menuai pro dan kontra di masyarakat, terutama di kalangan warga yang tinggal di sepanjang jalur tersebut.
Mereka khawatir akan kehilangan tempat tinggal akibat proyek tersebut.
Salah satu kawasan yang terdampak adalah Kampung Ciluncat, Desa Ciluncat, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung.
Baca juga: KAI Dukung Reaktivasi Rel di Jabar, Atasi Macet dan Tingkatkan Ekonomi Warga
Warga yang telah bertahun-tahun membangun rumah di atas rel kereta api kini mulai merasa cemas setelah mendengar rencana aktivasi jalur KA Bandung-Ciwidey.
Ketua RT 07/RW 01, Dadan Rustandi (42), menyatakan bahwa warganya mulai resah dengan rencana tersebut.
"Kalau warga sebenarnya sudah mulai resah semuanya. Soalnya kata informasi yang beredar, lima tahun ke depan mau dijalankan lagi (jalur KA Bandung-Ciwidey). Jadi warga sudah resah, semua resah," ungkap Dadan saat ditemui pada Jumat (18/4/2025).
Selama hampir 18 tahun tinggal di kampung tersebut, banyak warga telah mendirikan bangunan permanen maupun semi permanen.
Bahkan, ada rumah yang dibangun di atas jalur kereta api, dan beberapa di antaranya masih memiliki rel kereta api di dalam rumah mereka.
Dadan menjelaskan bahwa hampir seluruh warga di RT 07/RW 01 membangun rumah di atas jalur rel kereta api yang telah lama tidak beroperasi.
Jalur rel kereta api tersebut juga dimanfaatkan oleh warga sebagai jembatan transportasi.
Mereka menutupi rel dengan beton dan semen, sehingga jalur tersebut berfungsi sebagai fondasi yang kokoh.
Namun, banyak jalur rel yang terputus karena sudah ada bangunan di atasnya, dan ada pula yang dijadikan jalan setapak untuk aktivitas sehari-hari warga.
Baca juga: Dedi Mulyadi Reaktivasi Sejumlah Jalur KA di Jabar, di Antaranya Bandung-Ciwidey
Jika rencana aktivasi KA Bandung-Ciwidey dilanjutkan, sekitar ratusan warga di Kampung Ciluncat, khususnya yang terancam kehilangan tempat tinggal, akan terdampak.
"Di sini Kepala Keluarganya (KK) ada sekitar 60. Kalau ditambah dengan warga yang ngontrak, ada sekitar 70-an KK. Jika dihitung jiwa, mungkin lebih dari 200 orang," tambah Dadan.