BANDUNG, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyinggung pentingnya menghidupkan kembali tradisi pengajian di masjid-masjid kampung, yang menurutnya mulai terkikis oleh modernisasi cara belajar Al Qur'an yang serba instan.
Hal itu disampaikannya saat membuka lomba Musabaqah Tilawatil Qur’an dan Hadits (MTQH) Ke-39 tingkat Provinsi Jawa Barat di Soreang, Kabupaten Bandung.
“Dulu anak-anak belajar Al Qur'an bisa butuh bertahun-tahun. Ada yang 2, 3, sampai 5 tahun, dan proses itulah yang mendekatkan anak-anak pada masjid, pada gurunya, pada kehidupan tirakat. Sekarang banyak TKA, TPA, wisuda di mana-mana, tetapi masjid-masjid kita mulai sepi dari anak-anak yang mengaji setiap hari,” katanya, Senin (16/6/2025).
Dedi mengatakan MTQH bukan sekadar ajang perlombaan membaca Al Qur’an, melainkan perjalanan spiritual panjang yang dimulai dari masjid, pesantren, dan pengajian-pengajian di kampung halaman para peserta.
Baca juga: Tetap Larang Rapat di Hotel demi Keadilan, Dedi Mulyadi: Pangandaran Belum Bayar Tunjangan 5 Bulan
Dedi menilai, membaca Al Qur’an bukan sekadar mengejar estetika suara atau tartil semata, melainkan bagaimana ayat-ayat suci itu masuk ke dalam relung hati, membentuk kesadaran, dan menjadi pedoman hidup.
"Al Qur'an harus menjadi indra keenam, membimbing setiap langkah kehidupan manusia beriman. Dari estetika pembacaan akan lahir pemaknaan, dari pemaknaan akan lahir kesadaran, dan dari kesadaran itulah muncul akhlak," terang dia.
Dalam kesempatan itu, Gubernur yang terkenal dengan julukan "Bapak Aing" itu juga memberikan apresiasi khusus kepada para imam kampung yang tanpa pamrih terus mengajarkan Al Qur'an.
Ia menyebut mereka sebagai pejuang sejati dalam menjaga warisan peradaban Islam.
Baca juga: Dedi Mulyadi Kunjungi Kampung Toleransi di Ciamis dan Akan Renovasi Semua Tempat Ibadah
"Imam-imam kampung kita yang pagi-pagi sudah mengimami shalat, siang ke sawah, sore mengajar mengaji, malam mengisi pengajian, semua dilakukan dengan ikhlas tanpa gaji. Justru merekalah yang pantas kita mintai doa karena tangan mereka lebih suci dari tangan siapa pun," kata Dedi.
Ia menegaskan bahwa MTQH bukan sekadar lomba membaca Al-Qur’an, melainkan forum pembinaan spiritualitas yang mendalam.
"Maka untuk itu, tadi saya berpesan, ini bukan forum balapan Formula E. Ini bukan forum liga. Ini adalah forum spiritualitas. Tidak penting menjadi juara umum, tidak penting menjadi juara pertama, kedua, ketiga. Yang lebih penting adalah Al Qur'an masuk ke dalam hati penyelenggara, ke dalam pemerintah, sehingga kebijakan-kebijakan pun menjadi adil," tuturnya.
"Maka terbebaslah orang-orang miskin, anak-anak yatim, dan terbangun peradaban hidup yang silih asah, silih asih, silih asuh. Di situlah Al-Qur'an menjadi cahaya," ucapnya.
Baca juga: Dedi Mulyadi Jelaskan Alasan Larang ASN Pemprov Jabar Rapat di Hotel meski Diizinkan Mendagri
Ketua Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Barat, Ajam Mustajam, menegaskan bahwa MTQH bukan sekadar ajang lomba, tetapi warisan peradaban Islam yang telah mengakar kuat di Indonesia sejak 1968.
"MTQH merupakan media pemuliaan Al Qur'an sekaligus pembinaan generasi Qur’ani, yang tidak hanya piawai membaca, tetapi juga mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan," tutur Ajam.
Lebih jauh, Ajam menyoroti bagaimana Jawa Barat selama ini konsisten mencetak qori-qoriah, hafiz, hingga penggiat dakwah Qur’an berprestasi di tingkat nasional maupun internasional.