Editor
KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengusulkan reformasi sistem pengupahan nasional dengan mengganti skema Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) menjadi upah sektoral berbasis industri yang ditetapkan secara nasional.
Dedi menilai upah yang berbeda antarwilayah menjadi pemicu terjadinya migrasi tenaga kerja dan relokasi industri secara tidak produktif.
"UMK itu sering kali menimbulkan problem,” kata Dedi di sela Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Bandung, Jawa Barat, Selasa (5/8/2025), dikutip dari Antara.
Baca juga: Balas Kritik Atalia dengan Sebut Hanya 38 Sekolah Dibangun dalam 5 Tahun, Dedi Mulyadi Sindir Siapa?
Ia mencontohkan ketimpangan UMK di kawasan industri yang berdekatan seperti Purwakarta dan Karawang, atau Sumedang dan Bandung, yang selisihnya bisa mencapai Rp 500.000 hingga Rp 1 juta.
Perbedaan tersebut, menurutnya, tidak mencerminkan kondisi realistis industri, melainkan hasil dari negosiasi yang kerap dipengaruhi dinamika politik lokal.
Baca juga: Dedi Mulyadi Titip Uang Kadeudeuh untuk Siswa Sekolah Rakyat di Sumedang
"Ini menyebabkan pabrik-pabrik berpindah lokasi hanya demi mencari daerah dengan UMK lebih rendah. Purwakarta lari ke Karawang, Karawang lari ke Indramayu, nanti ke Jawa Tengah. Ini harus dihentikan," ujarnya.
Jika diberlakukan sistem upah nasional berdasarkan sektor, kata Dedi, nantinya akan menciptakan keadilan dan stabilitas, baik bagi pelaku industri maupun tenaga kerja.
Karena hanya ditentukan berdasarkan sektor industri seperti pertambangan, energi, makanan dan minuman, hingga manufaktur yang berlaku merata di seluruh Indonesia.
"Jika ditetapkan sektoral dan terpusat, maka industri makanan dan minuman akan punya standar upah yang sama, baik di Sumatera, Jawa, maupun Kalimantan. Ini menciptakan kepastian bagi investor dan tenaga kerja," ujarnya.
Lebih jauh, Dedi menilai kebijakan tersebut juga akan mereduksi potensi politisasi dalam penetapan upah minimum daerah.
"Kadang momentum politik dimanfaatkan untuk menaikkan UMK demi popularitas. Itu tidak tepat. Sistem sektoral nasional akan menutup ruang-ruang seperti itu," ucapnya yang berharap usulan ini jadi pertimbangan pemerintah pusat.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang