KOMPAS.com – Raya, bocah berusia tiga tahun di Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, meninggal pada Juli 2025 dengan kondisi tubuh dipenuhi cacing.
Kematian Raya memicu keprihatinan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang menyampaikan rasa sedihnya melalui video di akun Instagram, Selasa (19/8/2025).
"Saya merasa prihatin dan rasa kecewa yang mendalam dan permohonan maaf atas meninggalnya balita berusia tiga tahun dan dalam tubuhnya dipenuhi cacing," ujar Dedi.
Baca juga: Raya, Bocah Sukabumi Meninggal Tubuhnya Penuh Cacing, Dedi Mulyadi Ancam Sanksi Desa
Dedi menambahkan, dari penjelasan dokter, tubuh Raya dipenuhi cacing diduga karena lingkungan yang tidak bersih.
Kondisi keluarga juga menjadi faktor, di mana ibunya menderita gangguan jiwa, sedangkan ayahnya mengidap TBC.
"Saya sudah menelepon dokter yang menanganinya bahwa anak itu memiliki penyakit kalau dalam bahasa kampung cacingan. Ibunya mengalami gangguan kejiwaan atau ODGJ. Dia (Raya) sering dirawat oleh neneknya dan bapaknya mengalami penyakit paru-paru TBC," ujar Dedi.
Baca juga: Kisah Bocah di Sukabumi Meninggal Usai Tubuh Dipenuhi Cacing, Apa Penyebabnya?
"Dia sejak balita sering berada di kolong rumah bersama dengan ayam dan kotoran sehingga mungkin dia sering kali tangannya tidak dicuci dan mulutnya kemasukkan cacingan. sehingga menimbulkan cacing yang akut," tambah Dedi.
Dedi juga mempertimbangkan pemberian sanksi kepada perangkat desa dan pihak yang lalai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
"Dimungkinkan saya akan memberikan sanksi bagi desa tersebut karena fungsi-fungsi pokok pergerakan PKK nya tidak jalan, fungsi posyandunya tidak berjalan, dan fungsi kebidanannya tidak berjalan. Sanksi-sanksi akan kami berikan pada siapa pun dan daerah mana pun yang terbukti tidak memberikan perhatian kepada masyarakat," kata Dedi.
Selain itu, Dedi telah mengirimkan tim untuk memberikan perawatan bagi keluarga Raya.
Kepala Desa Cianaga, Wardi Sutandi, membenarkan kondisi keluarga Raya.
Ia menjelaskan kedua orangtua Raya diduga mengalami keterbelakangan mental, sehingga hanya mampu merawat anaknya sebisanya.
“Kedua orangtuanya memiliki keterbelakangan mental, sehingga daya asuh terhadap anaknya kurang, tidak tahu persis bagaimana kondisi anaknya,” kata Wardi kepada awak media di RSUD Sekarwangi Cibadak, Selasa (19/8/2025).
Sebelum kondisinya memburuk, Raya sering hidup dalam keadaan tidak sehat, seperti bermain di bawah kolong rumah bersama ayam.
Wardi menyebut, Raya juga menderita demam dan penyakit paru-paru, namun terkendala administrasi karena keluarga tidak memiliki Kartu Keluarga (KK) dan BPJS.
“Cuma setelah penyakitnya makin parah, kemudian ada salah satu keluarga yang kenal dengan rumah teduh (filantropi) laporan, langsung dijemput pakai ambulans. Pemerintah desa sudah tahunya sampai situ. Tapi sebelum dibawa (rumah teduh), Raya ini sering keluar masuk klinik dan puskesmas,” tutur Wardi.
Raya kemudian dirawat selama sembilan hari dengan bantuan filantropi, tapi meninggal dunia pada 22 Juli 2025.
“Iya sering kita kontrol, kalau ada rezeki juga sedikit kita suka kasih, kan orangtuanya gak bisa kerja juga. Tapi yang namanya penyakit juga kan kita enggak tahu. Raya dan kakaknya ini tidak seperti ortunya (mengalami keterbelakangan mental),” ujar Wardi.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang