Sebagian besar dari mereka tidak menggunakan ponsel berbasis Android yang mendukung aplikasi PeduliLindungi. Mereka menggunakan ponsel lama atau bahkan tidak membawa ponsel sama sekali.
“Kurang praktis, repot. Mayoritas pedagang kita di tradisional itu belum tentu punya HP yang sekarang. Banyak HP jadul. Jadi enggak bisa akses, repot. Juga banyak yang pakai tukang becak belinya, cukup titipkan catatan dan uangnya. Tukang becak tidak bawa HP, sulit kan?” kata Handoko.
Kebijakan menggunakan PeduliLindungi juga akan menyita waktu pedagang untuk bolak-balik membuka ponsel, termasuk untuk input data.
Berkaca dari kelangkaan minyak goreng curah kemarin, pedagang diminta mendata siapa saja pembelinya.
Pendataannya menggunakan kartu keluarga atau Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Waktunya istirahat, nambah kerja, input data. Kemarin saat kelangkaan begitu pakai fotokopi KTP. Katanya untuk pendataan. Kami yang jualan di pasar repot, habis waktu untuk input KTP,” tambah Handoko.
Sementara itu, salah satu pembeli di pasar tradisional, Siti Hulianah (38), juga merasa kerepotan dengan aturan yang sekarang diterapkan.
Dia merasa repot apabila harus ke pasar membawa ponsel kemudian menunjukkan aplikasi PeduliLindungi.
Dia takut bolak-balik ke pasar dengan membawa ponsel justru berpotensi kehilangan atau ponselnya terjatuh.
“Repot bawa HP ke pasar, Mas, takut hilang, takut jatuh. Terus repot tiap mau beli, keluarin HP, lihat PeduliLindungi,” kata Siti saat membeli minyak goreng curah.
Siti membeli minyak goreng curah untuk bahan berdagang gorengan.
Harga minyak goreng yang sempat mahal membuatnya kesulitan.
Saat harga sudah normal, harapan Siti, pemerintah justru memudahkan, bukan malah mempersulit dengan aturan menggunakan aplikasi PeduliLindungi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.