Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Elpiji dan BBM Naik, Pakar Ekonomi: Ganggu Perbaikan Ekonomi Nasional

Kompas.com - 12/07/2022, 20:11 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Pertamina kembali menaikan harga elpiji nonsubsidi ukuran 5 kg dan 12 kg, serta Bahan Bakar Minyak (BBM) berjenis Dexlite dan Pertamina Dex.

Harga elpiji 5 kg yang sebelumnya dijual Rp 76.000 kini menjadi Rp 100.000. Sementara elpiji 12 kg yang tadinya Rp 163.000 menjadi Rp 213.000.

Sementara itu, harga BBM jenis Dexlite awalnya Rp 12.950 kini menjadi Rp 15.000. Dan harga Pertamina Dez dari Rp 13.700 menjadi Rp 16.500.

Terkait dengan naiknya harga BBM dan elpiji yang meresahkan masyarakat saat ini, disebut pakar ekonomi akan mengganggu pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19.

Baca juga: Harga Elpiji Nonsubsidi Naik, PKL Batagor di Kabupaten Bandung Galau Pindah ke Tabung 3 Kg

Hal ini disampaikan oleh pakar ekonomi sekaligus akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung Setia Mulyawan.

Setia juga memprediksi, dalam enam bulan ke depan, masyarakat dihadapkan pada kenyataan kenaikan gas dan BBM.

"Kita kan sedang recovery ekonomi. Kalau dari dari perspektif itu (perbaikan ekonomi pasca pademi), kita melihatnya tentu kenaikan ini akan menjadi penghambat recovery ekonomi nasional," katanya dihubungi Kompas.com, Selasa (12/7/2022).

Kenaikan harga elpiji dan gas, kata Setia, otomatis akan menghambat banyak sektor bisnis yang mulai bangkit pasca pandemi Covid-19.

"Nah, tentu ini (naiknya harga BBM dan elpiji) bagi konteks pemulihan ekonomi nasional, tentu akan menambah beban masyarakat. Inflasi kita terakhir di angka 3,5 persen, tentu akan berdampak lagi dengan kenaikan harga," ujarnya.

Selain sektor bisnis, yang paling terdampak dari kenaikan harga BBM dan elpiji adalah daya beli masyarakat yang dipastikan akan semakin menurun.

"Paling tidak recovery (ekonomi) ini akan terganggu. Jadi pemulihan daya beli masyarakat harusnya kan bisa perlahan pulih apabila indikator-indikator recovery stabil, seharusnya bisa berjalan dengan cepat," terangnya.

Selain itu, dampak kenaikan tersebut akan berpengaruh juga pada kenaikan harga komoditi di lapangan.

"Tapi kalau kemudian dihambat dengan kenaikan bahan-bahan tertentu pasti akan berdampak terhadap kenaikan komoditi lainnya," ungkapnya.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, menyebut kenaikan Gas dan BBM akan menganggu pemulihan ekonomi NasionalKOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, menyebut kenaikan Gas dan BBM akan menganggu pemulihan ekonomi Nasional

Setia khawatir, kenaikan harga elpiji dan BBM justru akan mendorong terjadinya Inflasi secara nasional.

"Gas inikan juga sumber energi ya, dan energi itu jadi pemasok utama bagi sebagian aktivitas ekonomi masyarakat. Seperti orang yang berjualan menggunakan elpiji, berarti dengan sendirinya akan pushcost, akan mendorong kenaikan biaya sehingga akhirnya ada kenaikan harga dan juga bisa berdampak ke inflasi," tuturnya.

"Nah ketika inflasi, berarti daya beli masyarakat akan tergerus kembali oleh kenaikan harga di saat sedang mengalami recovery ini," sambungnya.

Faktor naiknya harga elpiji dan BBM

Setia mengatakan, salah satu faktor terjadinya kenaikan harga elpiji dan BBM adalah perang Rusia dan Ukraina.

Perang tersebut, lanjutnya, memiliki dampak terhadap rantai pasar global.

"Kemudian dampak dari perang yang saat ini sedang bergejolak, itu juga berimbas pada rantai pasar global sehingga beberapa komoditas mengalami kenaikan yang signifikan. Kemudian efek turunannya itu adalah kenaikan Elpiji beberapa hari yang lalu," tutur dia.

Selain imbas dari invasi Rusia ke Ukraina, perubahan stabilitas politik dunia menjadi faktor pendorong naiknya harga Gas dan BBM.

"Pertama tentunya ini permintaan dunia yang tidak bisa kita hindari ya. Salah satunya yang paling nampak itu perang ya," jelasnya.

PT Pertamina melalui PT Pertamina Patra Niaga kembali menaikkan harga gas nonsubsidi sejak Minggu (10/7/2022). Hal itu berdampak terhadap permintaan gas nonsubsidi di salah satu agen gas di wilayah Tugu, Cimanggis, Depok, menurun.M Chaerul Halim PT Pertamina melalui PT Pertamina Patra Niaga kembali menaikkan harga gas nonsubsidi sejak Minggu (10/7/2022). Hal itu berdampak terhadap permintaan gas nonsubsidi di salah satu agen gas di wilayah Tugu, Cimanggis, Depok, menurun.

Kondisi Geopolitik dunia yang sedang mengalami perubahan, sambung dia, akan memaksa terjadinya kenaikan harga, terutama di sektor sumber energi.

"Sehingga permintaan energi dunia mengalami kenaikan. Sementara kita kan importir untuk beberapa jenis komoditi sumber energi," jelasnya.

"Jadi dengan sendirinya ini akan mendorong kenaikan harga. Jadi kalau terminologi inflasi ini sebenarnya disebut pushcost. Didorong oleh kenaikan biaya," sambung dia.

Kekhawatir terjadi inflasi

Setia tak melihat bahwa kenaikan harga Gas dan BBM tersebut atas dasar ditariknya kenaikan permintaan.

Jika, kenaikan tersebut atas dasar ditariknya permintaan pengadaan, maka hal itu menunjukan indikasi daya beli masyarakat meningkat.

"Jadi kalau inflasi itu ditarik oleh kenaikan permintaan itukan sebetulnya ada indikasi positif. Jadi ada pertanda baik kalau kenaikan harga itu ditarik oleh permintaan, itukan indikasi bahwa daya beli masyarakat itu kan naik, sehingga mendorong jumlah permintaan meningkat," ucapnya.

Baca juga: Harga Elpiji Nonsubsidi Naik, Pertamina Wacanakan Beli Gas 3 Kg Pakai MyPertamina agar Konsumen Tidak Beralih

Pada kasus kenaikan tersebut, Setia melihat kenaikan harga didasari atau didorong oleh kenaikan biaya.

"Tapi kalau inflasi ini didorong oleh kenaikan biaya, kan yang mendorong kenaikan harga itu kan biaya. Nah ini akan menekan daya beli. Tapi kalau ini karena dorongan biaya, karena memang komoditi-komoditi dunia cenderung sedang mengalami kenaikan karena terganggunya rantai pasokan global," tuturnya.

"Jadi inflasi juga tidak selalu buruk ya karena jika ditarik oleh permintaan berarti kan menjadi pertanda bahwa kesejahteraan masyarakat sedang naik, sehingga agregat demand nya naik," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com