Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Abah Karun, 44 Tahun Buat Pesanan Perahu Tongkang, termasuk untuk Antisipasi Banjir Bandung

Kompas.com - 05/10/2022, 15:53 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - 44 tahun, waktu yang dihabiskan Abah Karun (66) sebagai perajin perahu tongkang di Kampung Mekarsari, Desa Mekarsari, Kecamtatan Baleendah, Kabupaten Bandung.

Bantaran sungai Citarum yang melintasi kampungnya menjadi saksi keuletan Abah Karun meneruskan keterampilan yang diwariskan dari sang Ayah dan Paman.

Saat dijumpai di tempatnya berkarya, Abah Karun bercerita sedang merampungkan pekerjaannya yang tertunda 2 minggu karena sakit.

"Harusnya satu perahu ukuran normal 5 meter itu selesai cuma 3 hari, tapi kemarin Abah sakit jadi sekarang tertunda," katanya ditemui, Selasa (4/9/2022).

Baca juga: Cerita PKL di Jambi Beli Toyota Calya dengan Uang Koin Sekarung

Sambil mengerjakan perahu pesanan warga Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB) Abah Karun bercerita ihwal perjalanannya menjadi pengiat perahu tongkang.

Tahun 1970-an awal, merupakan masa saat Karun kecil mulai belajar membuat perahu bersama ayahnya.

Saat itu, ayahnya juga merupakan pembuat perahu. Dari sanalah dia pertama kali mempelajari semua petunjuk teknis pembuatan perahu.

"Abah itu mulai belajar sejak kelas 5 SD, awal kenal pembuatan perahu ya dari Ayah," terangnya.

Pada 1974, sang Ayah berpulang. Kendati demikian, Karun kecil tak berhenti mempelajari pembuatan perahu. Kali ini dibantu sang Paman.

"Dan saya meneruskan keterampilan dengan Paman saya, karena anak dari Paman saya gak ada yang bisa," ujarnya.

Empat tahun kemudian atau pada 1978, Karun pertama kali berhasil membuat perahu tongkang dengan kapasitas delapan orang.

Seperti mendapat warisan berharga, sebelum pamannya berpulang, beliau sempat memberikan semua peralatan pembuatan perahu untuk Karun.

"Makanya saya sejak tahun 80-an udah konsisten membuat perahu dan tak pernah kerja di tempat lain," tutur dia.

Menurutnya, bakat dan keahlian membuat perahu tidak datang secara tiba-tiba. Kebanyakan, keahlian yang diturunkan dari leluhur menjadi kunci penting.

Abah Karun (66) seorang pengrajin perahu tongkang asal Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang hingga kini masih bertahan membuat perahu. Perahu buatan Abah Karun sangat bermanfaat bagi warga yang kerap terkena dampak banjir Bandung Selatan.KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Abah Karun (66) seorang pengrajin perahu tongkang asal Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang hingga kini masih bertahan membuat perahu. Perahu buatan Abah Karun sangat bermanfaat bagi warga yang kerap terkena dampak banjir Bandung Selatan.

"Kalau yang kaya gini (membuat perahu) harus keturunan, kalau bukan keturunan agak repot dan susah," jelas Abah.

Meski begitu, ia menyebut tak menutup kemungkinan kemampuannya diberikan pada orang lain, melalui proses pembelajaran yang panjang.

Tak hanya itu, para sesepuh (orang yang tuakan) di kampung halamannya, termasuk Ayah dan Pamannya, kerap memberikan amanah agar generasi penerus penggiat perahu tak membuat perahu di luar kampung halaman meraka.

"Tapi syaratnya jangan membuat perahu di kampung orang, anak saya juga yang di Cililin saya suruh pulang aja bikin di sini,," ungkapnya.

Dulu di wilayah Bandung Selatan, hanya terdapat dua wilayah yang mampu membuat perahu, yakni Kecamatan Sindangsari serta Kecamatan Baleendah.

"Salah satunya keluarga saya, Paman dan Ayah. Sekarang tinggal saya dan anak saya, karena saya juga menurunkan pengetahuan saya ke anak," beber dia.

Pembuatan perahu

Karun tak ingat, berapa banyak perahu yang sudah dibuatnya. Selain membuat perahu tongkang, dia pun membuat perahu jenis lain dengan ukuran lebih besar atau lebih kecil.

"Bukan hanya perahu tongkang saja di beberapa tempat wisata itu hasil karya saya. Itu masuk 28 orang anak TK," jelas dia.

Satu buah perahu dengan ukuran normal bisa di pesan dengan harga Rp 2,5 juta, sedangkan untuk perahu ukuran besar bisa di pesan dengan harga Rp 9 juta ke atas.

 

Abah Karun (66) seorang pengrajin perahu tongkang asal Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang hingga kini masih bertahan membuat perahu. Perahu buatan Abah Karun sangat bermanfaat bagi warga yang kerap terkena dampak banjir Bandung Selatan.KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Abah Karun (66) seorang pengrajin perahu tongkang asal Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang hingga kini masih bertahan membuat perahu. Perahu buatan Abah Karun sangat bermanfaat bagi warga yang kerap terkena dampak banjir Bandung Selatan.

"Saya menjual udah aja gini warna kayu. Kecuali seperti petugas Satgas Citarum pengen di cat, ya saya minta lagi buat cat nya," kata Abah Karun.

Bahan baku kayu yang dibuatnya merupakan jenis kayu suren. Kayu tersebut, kata dia, sejenis dengan kayu jati.

Ia mendapatkan stok kayu dari beberapa daerah di Kabupaten Bandung, mulai dari Arjasari sampai ke Cikalong Pangalengan.

"Kalau ada uang langsung saya simpan di sana untuk beli beberapa kubik kayu. Kayu itu, mengandung minyak kayunya, kalau pake kayu yang lain gak akan kepakai," ungkapnya.

Tata cara pembuatan yang masih mempertahankan peralatan tradisional, pemilihan kayu terbaik serta ketelitian yang bermutu, membuat perahu buatan Abah Karun memiliki ciri khas sendiri.

Abah Karun mengatakan, keunggulan perahunya ada pada papan bagian tubuh yang memiliki tebal 2 cm.

Kemudian, Abah Karun lebih memilih paku dari bambu untuk menyambungkan papan di bagian atas ke bawah, dibandingkan menggunakan paku beton.

"Kenapa menggunakan pengunci kayu, kalau di wilayah lain pake paku. Kalau pake paku kena air itu kan pasti longgar, makanya gampang rusak," tambahnya.

Tak aneh, jika perahu tongkang buatan Abah Karun bisa bertahan hingga 6 tahun, sedangkan pengrajin yang lain hanya 1 tahun saja.

"Karena saya teliti dan nggak mau membahayakan orang lain, kebanyakan yang mesen itu untuk ikan di Waduk Saguling," terang dia.

Tongkang, dibutuhkan saat Bandung Selatan banjir

Ketahanan perahu buatan Abah Karun bukan hanya isapan jempol belaka, buktinya kala banjir Bandung Selatan datang, baik warga atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dipastikan memesan perahu buatannya.

Ia masih mengingat kala Banjir Bandung Selatan terbesar pada tahun 1996, dalam sehari ia menerima pesanan sebanyak 60 unit perahu.

"Waktu banjir Bandung Selatan itu gak kebendung pesanan, sehari saya bisa sampai uang DP Rp 13 juta, sehari melakukan pengerjaan 2 perahu waktu itu, saya dan anak saya waktu itu untuk pengerjaan," kata Abah.

Baca juga: Cerita Sugeng Buka 50 Kantong Mayat Cari Anaknya yang Hilang Saat Tragedi Kanjuruhan

Meski banjir Bandung Selatan sudah bisa tertangani sedikit demi sedikit, Abah menyebut pemesanan perahu untuk antisipasi banjir masih terus ada.

"Sekarang ya banjirnya sudah mulai berkurang, tapi pesanan tetap ada nggak pernah sepi, paling untuk di waduk saguling atau waduk lainnya. Ya, paling buat dipake ngambil ikan, nyari pakan di pinggir sungai atau waduk," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com