CIANJUR, KOMPAS.com – Sepanjang 2022 hingga pertengahan November, terjadi 83 bencana banjir di wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Meski nihil korban jiwa, tetapi sebanyak 625 rumah terendam banjir, termasuk lahan pertanian seluas 711 hektare.
Banjir juga mengakibatkan sejumlah fasilitas umum, seperti jembatan dan irigasi rusak, yakni 18 jembatan terputus, dan 30 irigasi jebol.
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cianjur Rudi Wibowo menyebutkan, data bencana banjir tahun ini lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.
Baca juga: 155 Rumah di Karawang Terendam Banjir, 564 Warga Terdampak
“Di sepanjang 2021, banjir dan banjir bandang tercatat ada 40 kejadian,” kata Rudi kepada Kompas.com, Senin (14/11/2022).
Melonjaknya kejadian bencana banjir di tahun ini, menurut Rudi, dipicu curah hujan dengan intensitas tinggi di tengah cuaca ekstrem yang melanda sejak pertengahan tahun.
Selain itu, kondisi pendangkalan sungai hingga penyempitan badan sungai menjadi pemicu lain meningkatnya kejadian banjir tahun ini.
“Dengan kondisi seperti itu, maka ketika debit air sungai tinggi maka berpotensi meluap hingga menyebabkan banjir,” ujar dia.
Karena itu, ditegaskan Rudi, perlu upaya normalisasi sungai yang berkelanjutan dalam upaya meminimalisasi potensi banjir di musim penghujan seperti sekarang ini.
Menurutnya, normalisasi sungai harus segera dilakukan mengingat kondisi saluran air saat ini semakin dangkal dan menyempit.
“Saluran-saluran air di kawasan perkotaan atau yang melintas di permukiman padat penduduk, lihat aja sudah banyak yang tidak terlihat dan menyempit oleh bangunan, dari yang tadinya lebar 3 meter, misalnya, kini jadi semeter," ungkap Rudi.
Baca juga: Hingga November 2022, Ada 365 Bencana di Cianjur, 566 Rumah Rusak dan 4 Orang Meninggal
Tak hanya saluran air atau selokan, sungai-sungai besar juga perlu segera dinormalisasi karena dibeberapa titik terjadi pendangkalan.
Diterangkan Rudi, pendangkalan terjadi akibat longsor atau urugan-urugan pada badan sungai yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir karena faktor alam.
“Jadi prosesnya tidak serta merta, material-material longsoran itu yang kemudian memicu pendangkalan sungai,” ujar Rudi.
“Namun tentunya langkah atau upaya normalisasi ini perlu keterlibatan banyak pihak, harus lintas sektoral,” imbuhnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.