Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelang Lebaran, Pemkot Tasikmalaya Tekan Harga Beras yang Melambung

Kompas.com, 13 Februari 2023, 12:01 WIB
Irwan Nugraha,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKPPP) Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, terus menekan harga mahal beras di pasaran, terutama menjelang Hari Raya Lebaran 2023.

Harga beras premium di Pasar Induk Cikurubuk Tasikmalaya telah mencapai Rp 13.900 per kilogram.

Beras pun disebut menjadi komoditas yang membuat inflasi di Kota Tasikmalaya tinggi sampai 6 persen di atas rata-rata inflasi Nasional.

Baca juga: Minim Pasokan, Harga Beras di Kota Cirebon Melonjak

"Inflasi di Kota Tasikmalaya sekarang sangat tinggi sampai angka 6 persen, angka ini di atas rata-rata inflasi Nasional. Bahkan, Kota Tasikmalaya menjadi atensi khusus Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Inflasi artinya terjadi kenaikan harga. Salah satu komoditas penyebab inflasi di Kota Tasikmalaya yakni harga beras tinggi," jelas Sekretaris Daerah Kota Tasikmalaya, Ivan Dicksan di acara Musrenbang DKPPP Kota Tasikmalaya di Hotel Grand Metro, Senin (13/2/2023).

Ivan menambahkan, selama ini Penjabat Wali Kota Tasikmalaya Cheka Virgowansyah bersama seluruh stake holder pemerintahan terus memantau kenaikan harga di pasaran Kota Tasikmalaya tiap pekannya.

Hal ini pun diketahui kenaikan harga itu tak diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan para petaninya selama ini.

"Bagaimana setiap minggu kita cek harga. Meski harga tinggi tapi tak berimbas dengan kesejahteraan para petaninya. Optimalkan potensi lokal untuk menekan inflasi sekarang langkah kami," tambahnya.

Penyebab harga beras mahal

Sementara itu, Kepala DKPPP Kota Tasikmalaya, Adang Mulyana, mengaku mahalnya harga beras di Indonesia saat ini akibat belum adanya panen raya akibat kendala cuaca buruk yang terjadi selama ini.

Adang menyebut, panen padi di perkotaan biasanya dapat dilakukan empat kali dalam setahun. Namun karena permintaan pasar induk di Tasikmalaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat se-Priangan Timur bukan hanya Kota Tasikmalaya, membuat pasokan berasnya tinggi selama ini.

"Jadi meski kita wilayah perkotaan, produksi padi di Kota Tasikmalaya masih baik dan lestari sampai sekarang ini," ujar dia.

Ilustrasi beras dalam karung goniUNSPLASH/CAELEN COCKRUM Ilustrasi beras dalam karung goni

Adang menambahkan, selama ini wilayahnya memiliki sumber ketahanan masyarakat unggulan lewat 200 hektar sawah berhasil panen 4 kali tiap tahun.

Pola tanam 4 kali panen di lahan sawah sempit wilayah perkotaan ini mampu menambah produksi pangan sampai maksimal 50 persen dalam setahunnya.

Bahkan, Kementerian Pertanian RI saat berkunjung ke Kota Tasikmalaya sempat kaget dengan wilayah perkotaan masih memiliki lahan sawah seluas 3.800 hektar yang masih aktif.

"Dari jumlah 3.800 hektar sawah (di Kota Tasikmalaya) ada 200 hektarnya sudah berhasil pola tanam panen 4 kali setiap tahunnya. Itu jadi unggulan produksi pangan di Kota Tasikmalaya, karena hasil produksinya jadi bertambah sampai 50 persenan," tambah Adang.

Selama ini suplai beras di tingkat pemukiman warga, lanjut Adang, masih sebagian besar mengandalkan beras dari hasil panen sawahnya.

Masyarakat Kota Tasikmalaya tak mengandalkan beras Bulog selama ini seperti di wilayah perkotaan lainnya di Indonesia.

"Seperti sekarang ada pasar murah untuk ketahanan pangan yang sidah dilakukan di beberapa titik sebelumnya, semua yang dijual mulai beras, ikan, dan sayuran lainnya itu semua berasal dari hasil tani masyarakat Kota Tasikmalaya. Bukan dari Bulog, kita tak mengandalkan di Bulog," tambah Adang.

Selain itu, lanjut Adang, Pemkot Tasikmalaya sedang menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang LP2B atau Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Perda itu nantinya akan melindungi lahan sawah yang potensial supaya tak beralih fungsi mejadi pemukiman atau lainnya.

"Mudah-mudahan Perda LP2B (lahan pertanian pangan berkelanjutan) yang disusun oleh Pemkot Tasikmalaya ini akan selesai di akhir tahun (2022). Sehingga meskipun kota (daerah) kota lahan pertanian (sawah) tetap abadi dan dilindungi," kata Adang.

Baca juga: Minyakita dan Beras Bulog Langka sejak Bulan Lalu, Pedagang Pasar Pademangan Timur Kebingungan

Adang pun menyebut selama ini jumlah permintaan pangan di pasaran tentunya lebih besar dari hasil pertanian di Kota Tasikmalaya.

Soalnya, Kota Tasikmalaya memiliki Pasar Induk Cikurubuk, Kota Tasikmalaya, yang selama ini memenuhi kebutuhan masyarakat se-wilayah Priangan Timur, Jawa Barat.

"Kalau berbicara permintaan pasar, tentunya jumlahnya lebih besar daripada hasil pertanian. Ini bicara permintaan pasar ya. Karena apa, karena Kota Tasikmalaya memiliki Pasar Induk (Cikurubuk). Jadi kalau bicara pasar permintaannya bukan warga Kota Tasikmalaya saja, tapi mulai Ciamis, Garut, Banjar, Kabupaten Tasikmalaya sampai Pangandaran belanjanya ke Pasar Induk di Kota Tasikmalaya," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau