Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Masjid dengan Ornamen Era Hindu-Buddha yang Jadi Pusat Penyebaran Islam di Cirebon

Kompas.com, 25 Maret 2023, 11:03 WIB
Muhamad Syahri Romdhon,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

CIREBON. KOMPAS.com – Cirebon memiliki sebuah masjid yang berbeda dari lainnya. Sebagai tempat ibadah, masjid ini justru tidak menunjukkan simbol-simbol Islami. Hal itu tampak dari bagian luar hingga dalam.

Tak ada menara, kubah, ornamen Islam, khot atau kaligrafi, dan bahkan tak ada tampilan kalimat-kalimat tauhid yang biasa terpampang di masjid. Justru, terdapat ornamen bunga teratai dan matahari yang menjadi simbol agama Hindu-Buddha pada masanya.

Nama masjid ini pun tanpa kata-kata atau kalimat Arab yang identik dengan Islam, melainkan Sanskerta. Namun, siapa sangka, masjid ini menjadi pusat penyebaran agama Islam yang terbuka dan toleran terhadap agama lain di masanya.

Baca juga: Mengenal Masjid Raya Sheikh Zayed di Solo, Simbol Persahabatan Indonesia dan UEA, Bisa Menampung 10.000 Jemaah

Inilah Masjid Agung Sang Cipta Rasa, yang berlokasi di area kompleks Keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Masjid ini memiliki nilai sejarah dan menjadi pusat penyebaran agama Islam pada masanya.

Mohamad ismail (48), salah satu pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa, menyampaikan, Syekh Syarif Hidayatullah, atau yang biasa dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati, adalah pemrakarsa masjid ini.

Salah satu dari sembilan wali era Kerajaan Demak ini mendirikan Masjid Agung Sang Cipta Rasa dengan berbagai pertimbangan matang.

Bahkan, dia tidak sendiri, pembangunan masjid ini juga didiskusikan oleh para Walisongo lainnya. Sunan Gunung Jati juga menunjuk Sunan Kalijaga dan lainnya, beserta Raden Sepat dari Kerajaan Majapahit, untuk menjadi arsitek bangunan masjid ini.

Akhirnya, mereka bersama pasukan keraton mulai membangun masjid ini dalam kurun waktu 1480-an silam.

Masjid Agung Sang Cipta Rasa menggunakan sekitar 30 buah tiang dari kayu jati yang sangat kokoh. Tiang-tiang itu berdiri dengan diameter sekitar 40 meter di bagian luar hingga dalam. Mereka tidak mendirikan menara sekaligus kubah masjid untuk meminimalisasi simbol Islam.

Baca juga: Mengenal Masjid Ridwan yang Bergaya Khas China di Lombok Barat

"Memang masjid ini tidak menonjolkan sisi Islam-nya. Bangunan masjid ini tidak sama dengan masjid di Indonesia pada umumnya identik dengan adanya kubah, menara, masjid ini lebih mirip dengan pendopo,” kata Ismail kepada Kompas.com, Jumat (24/3/2023).

Dari segi bangunan, masjid ini memiliki dua bagian, yakni bagian utama di dalam yang berukuran sekitar 18 meter x 14 meter, dan juga bagian luar yang merupakan serambi masjid dengan ukuran yang lebih luas.

Di bagian dalam, Ismail menunjukkan kepada Kompas.com letak ukiran ornamen bunga teratai dan ornamen matahari yang merupakan simbol identik dengan Hindu-Buddha. Bahkan, ornamen ini dipasang di dinding tempat pengimaman, sebuah lokasi sakral di saat shalat.

Mohamad Ismail (48) Salah satu Pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa, menunjukkan simbol bunga teratai di tempat pengimaman masjid, di Komplek Keraton Kasepuhan Kota Cirebon Jawa Barat, Jumat (25/3/2023)MUHAMAD SYAHRI ROMDHON Mohamad Ismail (48) Salah satu Pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa, menunjukkan simbol bunga teratai di tempat pengimaman masjid, di Komplek Keraton Kasepuhan Kota Cirebon Jawa Barat, Jumat (25/3/2023)

Ismail menyampaikan, konsep arsitektur ini bukanlah kebetulan, melainkan sudah dirancang matang oleh para wali. Pasalnya, sebelum Islam datang, mayoritas penduduk sekitar beragama Hindu-Buddha.

Setelah masjid ini selesai dibangun, para wali menamai dengan nama Sang Cipta Rasa, yang juga identik dengan bahasa Sanskerta. Para wali tidak menggunakan nama atau kata Arab yang justru identik dengan islam, seperti masjid pada umumnya.

Masjid Sang Cipta Rasa, akulturasi budaya dan simbol keterbukaan

Wali membolehkan seluruh masyarakat dari berbagai lapisan agama Islam, Hindu, Buddha, dan agama kepercayaan lainnya untuk masuk ke masjid. Ternyata, mereka tidak merasa asing dan betah karena menganggap seperti rumahnya sendiri.

Baca juga: Mengenal Masjid Qubah Timah, Ikon Baru Pangkalpinang yang Sedang Dibangun

Halaman:


Terkini Lainnya
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Bandung
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Bandung
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Bandung
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Bandung
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
Bandung
4 Gadis Pengeroyok Remaja Putri di Tasikmalaya: Putus Sekolah, Tinggal di Kos
4 Gadis Pengeroyok Remaja Putri di Tasikmalaya: Putus Sekolah, Tinggal di Kos
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau