TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Kota (Polresta) Tasikmalaya, Jawa Barat, melanjutkan proses hukum kasus penganiayaan terhadap APR (16), siswi kelas XI di SMAN 1 Tasikmalaya, oleh siswa yang merupakan teman sekelasnya berinisial ARP (17).
Pelaku telah ditetapkan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum dan kasusnya ditingkatkan dari penyelidikan ke tahap penyidikan usai gelar perkara pada Selasa (23/5/2023).
Hal ini berbeda dari penjelasan Kepala Sekolah SMAN 1 Tasikmalaya, Yonandi, pada Senin (22/5/2023).
Dalam konferensi pers di SMAN 1 Tasikmalaya, Yonandi mengeklaim bahwa kasus itu sudah selesai dan keluarga korban sudah mencabut laporan polisi.
Baca juga: Kasus Penganiayaan Siswi SMAN 1 Tasikmalaya Berakhir Damai, Laporan Polisi Dicabut
"Maka kami lakukan penyelidikan lanjutan dan hasilnya kemarin sore penyidik melakukan gelar perkara dan meningkatkan status ke penyidikan terhadap tindak pidana. Kemudian posisinya saat ini ada anak berhadapan dengan hukum (korban) dan anak berkonflik dengan hukum (pelaku)," ujar Kepala Polresta Tasikmalaya, AKBP Sy Zainal Abidin, saat merilis kasus ini di Mapolresta Tasikmalaya, Rabu (24/5/2023).
Baca juga: Dianiaya, Siswi SMA Tasikmalaya Diduga Diintimidasi Orangtua Pelaku
Zainal mengatakan, sejak laporan diterima pada Selasa (16/5/2023) hingga gelar perkara pada Selasa pekan ini, penyidik memutuskan kasus tersebut murni tindak kekerasan terhadap anak.
Sehingga, pelaku diancam Pasal 80 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Ancaman hukumannya 3 tahun 6 bulan penjara. Adapun alat bukti berupa visum korban dan keterangan saksi saat proses penyelidikan. Kesimpulannya, maka kejadian ini adalah tindakan kekerasan terhadap anak," kata Zainal.
Zainal membenarkan Polresta Tasikmalaya telah memfasilitasi upaya damai lewat restorative justice antara kedua belah pihak disaksikan pihak sekolah di Mapolresta Tasikmalaya, Rabu (17/5/2023).
Saat pertemuan itu, keluarga korban dan pelaku bersepakat berdamai. Hal ini ditunjukkan dengan tanda tangan kedua pihak hitam di atas putih.
Namun, orangtua korban mengetahui dan tersinggung saat pihak sekolah melakukan pertemuan dengan keluarga pelaku di sekolah usai perdamaian, tanpa dihadiri Kepolisian dan keluarga korban, Jumat (19/5/2023).
Selain itu, saat pertemuan pada hari Jumat, korban tanpa pendampingan bertemu dengan orangtua pelaku.
Dari rekaman video yang diambil korban secara diam-diam, korban dinitimidasi oleh orangtua pelaku.
Mengetahui hal itu, keluarga korban akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kasus tersebut..
"Tanggal hari Jumat (19/5/2023) ada pertemuan kembali di pihak sekolah, tapi tidak mengundang kepolisian dan pelapor sekaligus orangtua korban. Maka, saudara pelapor merasa ketersinggungan secara personal dan menyampaikan ke media sosial," ujar Zainal.
"Kami kepolisian menanyakan keinginan pelapor dan pelapor menyampaikan ingin melanjutkan kembali laporan itu," ungkap Zainal.
Zainal mengatakan, pihaknya terus melanjutkan penyelidikan dengan mengumpulkan barang bukti dan mendapatkan keterangan enam saksi.
Sehingga, penyidik akhirnya menyimpulkan bahwa kasus ini murni tindak kekerasan pidana.
"Penyidik selanjutnya akan melakukan koordinasi dengan Bapas, KPAID, dan sesuai Pasal 5 Ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Anak, akan melakukan diversi nantinya, yakni musyawarah kepada kedua belah pihak. Nanti perkembangannya seperti apa? Maka kami akan melakukan akomodir perkembangan yang ada," ujar Zainal.
Sebelumnya diberitakan, siswi berinisial APR (16) kelas XI di SMAN 1 Tasikmalaya, Jawa Barat, dianiaya teman sekelasnya berinisial ARP (17) di dalam kelas, Selasa (16/5/2023).
Korban mengalami luka di pelipis sebelah kiri dan harus mendapatkan tiga jahitan.
Kepala Sekolah SMAN 1 Tasikmalaya, Yonandi, pada Senin (22/5/2023), dalam konferensi pers mengeklaim bahwa kasus itu sudah selesai dan keluarga korban sudah mencabut laporan polisi.
Yonandi mengatakan, perdamaian dilakukan via Zoom meeting dan dihadiri keluarga pelaku dan korban, disaksikan sejumlah pejabat Irjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, serta perwakilan guru SMAN 1 Tasikmalaya.
Pihak Kemendikbud hadir karena unggahan di media sosial orangtua korban yang menyebut orangtua pelaku merupakan pejabat Kemendikbud.
Hal itu pun dibantah. Yonandi mengatakan bahwa orangtua pelaku merupakan pengawas Balai Besar Penggerak Dinas Pendidikan Provinsi Jabar.
Wartawan berupaya mewawancarai pihak keluarga korban. Namun, orangtua korban menyebut penjelasan ke media satu pintu disampaikan oleh kepala sekolah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.