Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Jejak Jalur Kereta Api sebagai Moda Distribusi Pupuk Kujang

Kompas.com, 14 Juli 2023, 17:10 WIB
Farida Farhan,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Kereta api pernah menjadi moda distribusi pupuk yang diproduksi PT Pupuk Kujang Cikampek di Karawang, Jawa Barat.

Lokomotif dan rel kereta api untuk distribusi pupuk masih ada sampai sekarang. Jika Sahabat Kompas.com masuk ke Kawasan Pupuk Kujang Cikampek, Karawang, via pintu utama, rel ada di sebelah kiri. Memanjang hingga sebelum gudang dan area produksi.

Areal rel dan sekitarnya kini berfungsi sebagai taman atau area hijau. Adapun lokomotif untuk sementara disimpan di gudang. Awalnya lokomotif tua itu dipajang di bundaran pertama kawasan itu.

Baca juga: Menelusuri Jejak Burung Garuda” di Gunung Gede Pangrango

Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Kujang Ade Cahya mengatakan, PT Pupuk Kujang sejak didirikan tahun 1975 telah mengalami perjalanan panjang.

"Penggunaan kereta api sebagai moda distribusi produk ke seluruh wilayah Jawa Barat sejak tahun akhir 1980-an hingga tahun 2000," kata Ade Cahya, Jumat (14/7/2023).

PT Pupuk Kujang menjalin kerja sama dengan PT Kerata Api Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Perusahaan Jawatan Kereta Api Indonesia (PJKA) pada akhir 1980.

Kereta api digunakan sebagai moda distribusi karena pada waktu itu dianggap lebih cepat dan efisien ketimbang penggunaan truk dalam pengiriman pupuk ke daerah tujuan, untuk selanjutnya dikirim ke gudang-gudang milik distributor di setiap wilayah menggunakan pikap.

Salah satu lokomotif yang digunakan dalam pengiriman pupuk ke Stasiun Dawuan adalah lokomotif buatan Plymouth Locomotive Work, USA seri BB200. Mesin ini bertenaga diesel yang diproduksi tahun 1970-an. Pupuk Kujang membelinya di pengujung tahun 1980.

Dalam mendukung operasionalnya, disiapkan rel khusus antara Gudang PT Pupuk Kujang menuju Stasiun Dawuan Cikampek. Sehingga, kereta pupuk kujang hanya digunakan untuk mengangkut pupuk dari gudang ke stasiun dan selanjutnya diangkut menggunakan kereta KAI ke berbagai tujuan.

Lokomotif kereta api moda distribusi pupuk PT Pupuk Kujang pada 1980 - 2000.Dok PT Pupuk Kujang Lokomotif kereta api moda distribusi pupuk PT Pupuk Kujang pada 1980 - 2000.

Hingga saat ini tercatat ada dua unit lokomotif yang tersimpan di gudang alat-alat berat dan satu unit dijadikan monumen di depan Pabrik NPK Granul 2.

Pada tahun 2001, dilakukan peninjauan kembali kerjasama terkait penggunaan kereta api dalam pengiriman pupuk oleh manajemen anak perusahaan Pupuk Indonesia itu.

Hasilnya, perusahaan tidak menggunakan lagi kereta dalam pengiriman pupuk karena beberapa hal. Salah satunya semakin ramainya jalan Jenderal Ahmad Yani. Sehingga saat kereta melintas sering kali menyebabkan kemacetan panjang. Selain itu, juga dinilai sudah tidak efektif lagi menggunakan kereta.

"Setelah itu Pupuk Kujang mendistribusikan pupuk menggunakan 1272 truk untuk mengirim pupuk ke wilayah distribusi di Jawa Barat dan Banten," kata Ade.

Ade menyebutkan, kondisi lokomotif kereta masih terbilang bagus. Bajanya masih kuat. Hanya saja, warnanya sudah pudar.

"Lokomotif untuk sementara kita simpan di gudang alat berat demi keamanan. Sebab, pada lokasi awal ada lalu lalang truk pengangkut bahan baku pupuk. Saat truk manuver dikhawatirkan mengenai lokomotif," ujarnya.

Baca juga: Menelusuri Kampung Mati Bekas Pengungsi Perang Vietnam di Jakarta Timur

Menyoal apakah pihaknya akan mengaktifkan kembali kereta api tersebut sebagai moda distribusi, Ade Cahya menjawab singkat.

"Jika digunakan kembali, relnya harus ganti karena jika dilihat rel kereta saat ini lebih lebar. Lokomotifnya juga karena sekarang mesin kereta sudah lebih canggih," kata Ade.

Lokomotif kereta api moda distribusi pupuk PT Pupuk Kujang pada 1980 - 2000.Dok. PT Pupuk Kujang Lokomotif kereta api moda distribusi pupuk PT Pupuk Kujang pada 1980 - 2000.

Dilansir dari laman KAI, di Stasiun Karawang terdapat percabangan jalur rel yang berakhir di Rengasdengklok yang telah dinonaktifkan.

Rel ini dahulu digunakan untuk mengangkut beras. Pada stasiun ini juga terdapat percabangan jalur menuju Wadas. Setelah itu percabangan berakhir di Stasiun Cikampek. Jalur-jalur itu kini telah nonaktif.

Jejak-jejak jalur hingga haltenya masih ada. Misalnya halte kereta dan jembatan lokal di Desa Tirtasari, Kecamatan Tirtamulya. Kemudian, jembatan kereta tua di Dusun Kobak Karim, Desa Kalangsurya, Kecamatan Rengasdengklok.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau