Pupuk organik ini selanjutnya dimanfaatkan mahasiswa untuk proses pemupukan di laboratorium ataupun pemupukan taman-taman di kawasan kampus Jatinangor.
Teguh mengakui, saat ini produksi pupuk masih terbatas sehingga stoknya masih terbatas untuk penggunaan di dalam kampus.
“Pernah kita over produksi, lalu kemudian ditawarkan ke pedagang bunga di sekitar Jatinangor. Mereka bilang kualitas pupuknya baik,” kata Teguh.
Karena terbatas, tidak semua limbah serasah masuk ke TPS3R. Limbah yang tidak masuk kemudian “dibuang” ke beberapa wilayah kampus, khususnya di area hijauan.
Teguh memastikan bahwa aktivitas ini bukan dalam rangka membuang sampah sembarangan, tetapi merupakan bagian dari proses fermentasi aerob.
“Kita buang di sana supaya proses aerobnya berjalan di sana,” kata Teguh.
Untuk limbah sisa makanan, sebagian besar diambil sebagai pakan maggot yang dikelola oleh mahasiswa Unpad. Sisanya menjadi campuran pada proses bokashi.
Sementara limbah anorganik berupa plastik sebelumnya juga masuk ke TPS3R untuk dicacah. Hasil cacahan plastik tersebut dikumpulkan dan pernah dibeli oleh pengusaha pelet plastik untuk menjadi bahan produk plastik baru.
Seiring berjalannya waktu, banyak warga Unpad, terutama petugas kebersihan yang mengerti bahwa beberapa limbah plastik memiliki nilai ekonomi.
“Banyak dari mereka yang jadi pengepul botol plastik, sehingga limbah bernilai yang datang ke TPS3R Unpad saat ini nyaris tidak ada,” ujarnya.
Untuk limbah B3, Unpad tidak memiliki izin untuk melakukan pengolahan. Karena itu, Unpad menjalin mitra dengan perusahaan pengolah limbah B3 yang tesertifikasi.
“Limbah B3 kita buang dengan menggunakan jasa pihak ketiga,” ungkap Teguh.
Olahan Limbah Cair
Selain limbah padat, Unpad juga menghasilkan limbah cair. Limbah cair ini terbagi menjadi dua, yaitu limbah hasil operasional kampus serta limbah laboratorium.
Limbah operasional dari aktivitas kampus, perkantoran, dan asrama yang keluar melalui septic tank selanjutnya masuk ke biofliter.