Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berulah di Kawasan Konservasi, Pendaki Akan Di-"blacklist" 55 Taman Nasional

Kompas.com, 19 Oktober 2023, 06:40 WIB
Firman Taufiqurrahman,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

CIANJUR, KOMPAS.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendorong penerapan sanksi tegas bagi pendaki yang melanggar di dalam kawasan taman nasional.

Hal ini disampaikan Kasubdit Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam Kawasan Konservasi Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) KLHK, Agung Nugroho.

Kepada wartawan usai mengikuti kegiatan di Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Agung mengatakan, kebijakan ini sebagai upaya menjaga kawasan konservasi tetap lestari, dan juga untuk efek jera bagi pelanggar.

“Kegiatan pendakian itu kan bukan aktivitas biasa, ya, apalagi berada di kawasan konservasi. Tentu untuk mengoptimalkan kenyamanan dan fungsi kawasan konservasi supaya tidak ada gangguan maka perlu upaya, salah satunya ini,” kata Agung di Cianjur, Rabu (18/10/2023).

Baca juga: 30 Pendaki Masuk Blacklist TNGGP, Ada yang Disanksi hingga 5 Tahun

Karena itu, penerapan sanksi bagi pendaki yang melakukan pelanggaran akan diberlakukan tidak hanya di lokasi (taman nasional) di mana pelanggaran terjadi, tapi juga berlaku di seluruh kawasan taman nasional.

“Berlaku di 55 taman nasional. Jadi, kalau pendaki betulan tentu akan berpikir ulang (melanggar), karena tentu dalam jangka waktu cukup lama dia tidak bisa ke mana-mana (mendaki),” ujar Agung.

Kepala Balai Besar TNGGP, Sapto Aji Prabowo menambahkan, sanksi tegas ini sebagai upaya menjaga kawasan konservasi dari perilaku-perilaku tidak bertanggung jawab yang bisa mengancam dan merusak kawasan.

“Jadi, pendaki-pendaki yang disanksi ini, daftar blacklist-nya akan disebar ke semua pengelola taman nasional, sehingga mereka tidak bisa mendaki di semua tempat selama masa sanksi itu," ujar Sapto, Rabu.

Baca juga: Pendaki Buat Perapian di Gunung Gede, Siap-siap Di-blacklist 2 Tahun

Selain penerapan sanksi administrasi tersebut, pihaknya juga akan menempuh jalur hukum bagi pendaki yang terbukti melakukan pelanggaran berat.

"Kalau mengacu pada Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, sanksinya ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta," kata dia.

Lebih lanjut dikatakan Sapto, sepanjang 2023 hingga Oktober pihaknya telah mengeluarkan daftar hitam bagi 30 pendaki yang melakukan pelanggaran di kawasan TNGGP.

Para pendaki nakal tersebut dikenai sanksi berupa larangan melakukan kegiatan pendakian selama 2 hingga 5 tahun, tergantung tingkat dan jenis pelanggaran yang dilakukan di dalam kawasan konservasi tersebut.

“Seperti melakukan kegiatan pendakian ilegal, kedapatan membawa barang terlarang, menyalakan flare, hingga merusak dan mengambil spesies yang ada di dalam kawasan konservasi," ungkapnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau