Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siasat Tukang Lontong Legendaris di Kota Cirebon Kala Beras Mahal

Kompas.com - 22/02/2024, 19:10 WIB
Muhamad Syahri Romdhon,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

CIREBON, KOMPAS.com- Kenaikan harga beras yang sangat tinggi membuat tukang pembuat lontong di Kota Cirebon, Jawa Barat, mengeluh.

Mereka harus memutar otak untuk menyiasati kondisi sulit ini. Berbagai cara dilakukan agar usaha yang telah dirintis sejak 1970an ini, tetap eksis.

Seakan tidak ada yang berubah dari aktivitas keseharian di rumah Nurlaela (42), di Jalan Kandang Perahu, Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, Kamis (22/2/2024).

Baca juga: Beras Mahal, Bulog Lakukan Grebeg Pasar di Kota Solo, Ini Jadwalnya

Nurlaela bersama adiknya Nurlaeli, Dirman, dan Ibunya, Yani (61), masih memproduksi lontong di tengah kondisi harga beras yang sedang membumbung tinggi.

Komitmen ini dilakukan keluarga Nurlaela demi mempertahankan usaha turun temurun yang telah dirintis neneknya di sekitar tahun 1970-an.

Menurut Nurlaela, ini harga beras termahal dalam sejarah selama menjalani usaha sebagai pembuat lontong.

Nurlaela (42), Nurlaeli , dan Yani (62), pembuat lontong di Jalan Kandang Perahu, Kelurahan Karyamulya Kecamatan Kesambi Kota Cirebon Jawa Barat memasukan beras ke dalam daun pisang wadah lontong, di rumahnya, Kamis (22/2/2024) petang.MUHAMAD SYAHRI ROMDHON Nurlaela (42), Nurlaeli , dan Yani (62), pembuat lontong di Jalan Kandang Perahu, Kelurahan Karyamulya Kecamatan Kesambi Kota Cirebon Jawa Barat memasukan beras ke dalam daun pisang wadah lontong, di rumahnya, Kamis (22/2/2024) petang.

Nurlaela menceritakan dirinya masih dapat membeli beras kelas premium satu karung isi 25 kilogram seharga Rp 255.000 atau Rp 10.200 per kilogram pada akhir tahun lalu.

Sementara, kemarin dia harus mengeluarkan modal Rp 380.000-Rp 400.000 atau Rp 16.000 per kilogram.

"Naiknya langsung drastis mas, dari biasa beli Rp 255.000 sekarang Rp 380.000-Rp 400.000 perkarung. Memberatkan sekali mas. Pendapatan berkurang," kata Nurlaela saat ditemui Kompas.com, Kamis (22/2/2024) pagi.

Baca juga: Terungkap, Beras Mahal dan Langka karena Produsen Sengaja Setop Suplai ke Ritel

Beberapa waktu, mulanya Nurlaela berusaha tetap mempertahankan harga dan ukuran meski harga beras sudah naik.

Namun, pergerakan harga yang terus naik ternyata membuat nilai untung usahanya sedikit dan justru terus menurun.

Akhirnya, sejak kenaikan drastis pada bulan lalu, Nurlaela bersama keluarga memutar otak. Mereka memutuskan untuk mengurangi jumlah harga jual dari sebelumnya.

 

Nurlaela (42), Nurlaeli , dan Yani (62), pembuat lontong di Jalan Kandang Perahu, Kelurahan Karyamulya Kecamatan Kesambi Kota Cirebon Jawa Barat memasukan beras ke dalam daun pisang wadah lontong, di rumahnya, Kamis (22/2/2024) petang.MUHAMAD SYAHRI ROMDHON Nurlaela (42), Nurlaeli , dan Yani (62), pembuat lontong di Jalan Kandang Perahu, Kelurahan Karyamulya Kecamatan Kesambi Kota Cirebon Jawa Barat memasukan beras ke dalam daun pisang wadah lontong, di rumahnya, Kamis (22/2/2024) petang.
Solusi yang pertama dilakukannya adalah mengurangi jumlah pembelian dari yang sebelumnya harga Rp 10.000 mendapatkan 13 buah lontong, berubah menjadi harga Rp 10.000 mendapat 12 buah lontong.

Rupanya harga tak kunjung turun sehingga Nurlaela melakukan solusi kedua, yakni memperpendek ukuran lontong, dari yang sebelumnya sekitar 25 sentimeter menjadi 20 sentimeter dengan sekitar diameter 1 inchi.

Satu hal yang tidak pernah Nurlaela ubah, adalah kualitas beras sebagai bahan dasar untuk membuat lontong.

Baca juga: Pilih Perkecil Porsi Saat Harga Beras Mahal, Penjual Nasi di Gunungkidul: Kasihan Pembeli

Dia diamanati oleh orang tuanya untuk terus menggunakan beras premium meskipun harga mahal.

Terbukti meski banyak yang mengeluhkan soal harga, banyak pelanggan tetap setia membeli lontong produksi Nurlaela sekeluarga.

Nursidik (35), pedagang makanan lontong sayur adalah salah satu pelanggan Nurlaela.

Dia sudah enam tahun menjadi pelanggan lantaran kualitasnya lontong yang tetap bagus meski harga beras naik.

"Ini beras mahal ya. Jadi sekarang kelihatannya kecil. Kurang jadinya. Dulu ada versi ukuran gedenya, sekarang mah enggak ada, kecil semua," kata Nursidik kepada Kompas.com di lokasi.

Baca juga: Beras Mahal, Pemkot Madiun Dirikan Enam Wartek Jual Sembako Murah

Untuk menyiasati kenaikan harga lontong, dia mulai menaikan harga jual lontong sayur di tiap porsinya. Biasanya dia menjual Rp 9.000 kini menjadi Rp 10.000.

"Iya imbas harga beras mahal. Jual enggak dikurangi porsinya, tapi harganya yang dinaikin. Kemarin Rp 9.000 sekarang Rp 10.000 per porsi," tambah Sidik.

 

Harap harga beras segera turun

Dalam satu hari, Nurlaela membutuhkan 50 kilogram beras premium untuk dapat membuat sekitar 2.000 buah lontong.

Bila diminimalkan, saat ini dia mengeluarkan modal sekitar Rp 1.000.000 untuk dua karung beras serta kebutuhan lainnya.

Nilai ini jauh meningkat sekitar dua kali lipat sebelum kenaikan yang mencapai sekitar Rp 600.000 tiap produksi.

Baca juga: Cara Warga Semarang Siasati Harga Beras Mahal, Tak Buang-buang Nasi dan Bawa dari Kampung

Nurlaela berharap kepada pemerintah untuk dapat segera menurunkan harga beras.

Pasalnya, selain menyulitkan banyak warga, usaha yang menggunakan bahan dasar berupa beras sangat terdampak.

Usaha ini akan mendapatkan untung yang sedikit lantaran modal yang dikeluarkan cukup membengkak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Aksi 3 Siswi SMA Rampok Rumah di Bogor, Gasak Uang Rp 13,8 Juta

Aksi 3 Siswi SMA Rampok Rumah di Bogor, Gasak Uang Rp 13,8 Juta

Bandung
Polda Jabar Bantah Pelaku Kasus Vina Cirebon adalah Anak Polisi

Polda Jabar Bantah Pelaku Kasus Vina Cirebon adalah Anak Polisi

Bandung
Sopir Bus Putera Fajar Jadi Tersangka Kasus Kecelakaan di Subang, Siapa Lagi yang Harus Bertanggung Jawab?

Sopir Bus Putera Fajar Jadi Tersangka Kasus Kecelakaan di Subang, Siapa Lagi yang Harus Bertanggung Jawab?

Bandung
Keluarga Vina Menanti Polisi Segera Tangkap 3 Pembunuh yang Masih Buron

Keluarga Vina Menanti Polisi Segera Tangkap 3 Pembunuh yang Masih Buron

Bandung
Longsor di Bandung Barat, Bey Tunggu Status Tanggap Darurat dari Bupati

Longsor di Bandung Barat, Bey Tunggu Status Tanggap Darurat dari Bupati

Bandung
Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Bandung
Komplotan Penyelewengan Elpiji Subsidi Ditangkap, Keuntungan Rp 592 Juta

Komplotan Penyelewengan Elpiji Subsidi Ditangkap, Keuntungan Rp 592 Juta

Bandung
Peminat UTBK ITB 2024 Turun Dibanding Tahun Lalu

Peminat UTBK ITB 2024 Turun Dibanding Tahun Lalu

Bandung
Menengok 3 Lokasi Pembunuhan Vina Usai 8 Tahun Berlalu

Menengok 3 Lokasi Pembunuhan Vina Usai 8 Tahun Berlalu

Bandung
Pemkot Bandung Terapkan Teknologi Pengelolaan Sampah RDF di 4 TPST

Pemkot Bandung Terapkan Teknologi Pengelolaan Sampah RDF di 4 TPST

Bandung
Minta Dibunuh, Pria Bunuh Ibu Kandung di Sukabumi Sempat Sodorkan Uang Rp 300.000 ke Warga

Minta Dibunuh, Pria Bunuh Ibu Kandung di Sukabumi Sempat Sodorkan Uang Rp 300.000 ke Warga

Bandung
Pemkot Bandung Terapkan Jumat Bebas Kendaraan Bermotor Mulai 17 Mei

Pemkot Bandung Terapkan Jumat Bebas Kendaraan Bermotor Mulai 17 Mei

Bandung
Perampokan Rumah di Bogor Terekam CCTV, 3 Perempuan Ditangkap

Perampokan Rumah di Bogor Terekam CCTV, 3 Perempuan Ditangkap

Bandung
Tidak Dibelikan Motor, Pria Diduga ODGJ Bunuh Ibu Kandung di Sukabumi

Tidak Dibelikan Motor, Pria Diduga ODGJ Bunuh Ibu Kandung di Sukabumi

Bandung
Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Rabu 15 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Rabu 15 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com