Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ITB Ungkap 3 Penyebab Monyet Berkeliaran di Bandung: Tanda Bencana Alam

Kompas.com - 29/02/2024, 21:23 WIB
Agie Permadi,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Ketua Museum Zoologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung (SITH ITB), Ganjar Cahyadi menjelaskan terdapat 3 kemungkinan penyebab monyet ekor panjang berkeliaran atau turun ke permukiman warga di Kota Bandung pada Rabu (28/2/2024).

Hingga hari ini, Kamis (29/2/2024), kawanan monyet tersebut masih terlihat di permukiman warga Kota Bandung dan areal lainnya. Mereka berpindah-pindah dari genting, kabel, hingga memasuki area luar rumah warga.

Ganjar Cahyadi mengatakan, terdapat 3 kemungkinan penyebab monyet turun ke permukiman warga di Kota Bandung.

Baca juga: Ada 8 TPS Khusus di IPDN, Mahasiswa ITB Mencoblos di Sini

"Pertama, kelompok monyet tersebut merasakan ada tanda bahaya dari alam sehingga menjauh dari habitatnya," ujar Ganjar dalam rilisnya, Kamis (29/2/2024).

Jarak waktu terjadinya bencana dari berpindahnya hewan tersebut biasanya relatif cepat. Hal ini karena primata tersebut memiliki insting yang lebih kuat.

"Biasanya bencana tidak akan terlalu lama (dari kepergian mereka dari habitatnya). Namun, jika tidak ada kejadian bencana, penyebabnya mungkin hal lain," katanya.

Baca juga: Daftar Prodi Baru SNBP 2024 di ITB, UGM, IPB dan Undip

Penyebab kedua, hewan ini mencari makan ke tempat lain karena di tempat sebelumnya sumber daya makanan menipis sementara populasinya banyak.

Penyebab ketiga, mungkin adanya kompetisi dengan kelompok monyet lainnya. Hewan ini membentuk kelompok-kelompok. Biasanya satu jantan mengetuai satu kelompok. Apabila penyebabnya adalah kompetisi antar kelompok, satu kelompok yang kalah akan menghindari kawasan sebelumnya.

"Bisa jadi kawasan perkotaan itu dianggap 'kosong' atau tidak dikuasai oleh kelompok lain," tuturnya.

Hal tersebut dapat terjadi karena monyet ekor panjang memiliki tingkat kemampuan adaptasi yang lebih tinggi daripada primata lainnya. Oleh karena itu, pergerakannya cenderung bebas hingga ke area permukiman. Mereka pun dapat bergerak dengan bebas di perkotaan meski tidak ada vegetasi sehingga dapat naik ke genteng, kabel, dan sebagainya.

Apakah Monyet Ekor Panjang Mengancam Manusia?

Ketika monyet ekor panjang memasuki permukiman, beliau mengimbau warga agar tidak mengganggu, menyudutkan, atau memberi makan mereka. Hal ini dilakukan agar hewan tersebut tidak mengalami perubahan perilaku yang mengancam manusia.

"Jika diberi makanan, monyet bisa jadi tidak takut lagi kepada manusia. Bahkan sebaliknya meminta-minta makanan hingga pergeseran perilaku seperti 'mencuri'. Misalnya, ketika ada warga yang membawa tentengan, mereka mengejar karena mengira itu makanan," ujarnya.

Selama tidak mengganggu dan membahayakan seperti menyakar atau menggigit, warga diimbau untuk membiarkan saja hewan tersebut.

"Meski mereka primata arboreal (primata yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di atas pepohonan), mereka pun bisa juga berpindah di atas tanah bahkan bisa juga berenang. Karena itu, jika diberi ruang seperti diberi makan, diganggu, dan disudutkan, khawatirya akan mengubah perilakuknya sehingga lebih mengancam manusia," tuturnya.

Ketika hewan tersebut tidak menemukan kondisi ideal untuk tinggal di perkotaan, mereka akan kembali lagi ke tempat asalnya.

"Karena secara alami mereka tinggalnya di sana, tidak di sini (permukiman warga)," katanya.

Namun, untuk penyebab pastinya,perlu dilakukan pengecekan langsung. Ia sudah berdiskusi dengan pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat yang menangani kasus tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com