Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rojai, Petani Sukses "Bermodal" Feses dan Urine Sapi di Palimanan

Kompas.com - 13/03/2024, 12:52 WIB
Muhamad Syahri Romdhon,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

CIREBON, KOMPAS.com - Hari masih pagi. Namun Rojai terlihat sudah sibut menyeroki kotoran dari 10 ekor sapi yang dia pelihara di kandangnya.

Kaus kumal dan celana lusuh yang dipakainya, mudah dikenali sebagai pakaian kemarin yang kembali dipakainya untuk bekerja. Ada kotoran yang terlihat jelas di baju dan celananya itu.

Dia menumpuk "panen feses sapi" itu, sebelum kemudian menyemprotkan cairan probiotik hasil buatannya sendiri menggunakan bakteri dari rumen ke atas tumpukan kotoran tadi.

Rumen adalah lambung sapi yang telah dipotong, dan menyimpan zat bakteri aktif untuk proses fermentasi.

Baca juga: Cerita Harjono, Petani di Delanggu Beralih ke Pupuk Organik untuk Tanam Padi

Tak hanya kotoran padat, Rojai juga mengumpulkan urin sapi yang kemudian dimasukan ke dalam gentong.

Lalu, dia menyampurkan beberapa zat aktif untuk proses fermentasi selama sekitar satu pekan.

Saat urin tak lagi panas, Rojai siap untuk menyemprotkan urin ke tanaman padi dan juga palawija lainnya.

Tak rasakan pupuk langka

Rojai menunjukan urin sapi di dalam gentong di kandang ternaknya di tengah area persawahan di Desa Tegalkarang Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon, Rabu (13/3/2024) siang. Kotoran urin sapi yang baru keluar ini akan difermentasi lalu dibuat pupuk organik cair.MUHAMAD SYAHRI ROMDHON/ Kompas.com Rojai menunjukan urin sapi di dalam gentong di kandang ternaknya di tengah area persawahan di Desa Tegalkarang Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon, Rabu (13/3/2024) siang. Kotoran urin sapi yang baru keluar ini akan difermentasi lalu dibuat pupuk organik cair.
Kondisi pupuk bersubsidi yang sulit didapat karena pembatasan alokasi, membuat banyak petani merana. Tapi tidak demikian dengan Rojai.

Lelaki 47 tahun itu adalah petani asal Desa Tegal Karang, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang telah lama berinovasi membuat pupuk organik padat dan cair dari kotoran sapi.

Aktivitas pengolahan kotoran sapi, feses menjadi Pupuk Organik Padat (POD) dan urin menjadi Pupuk Organik Cair (POC), sudah dilakukan Rojai sejak tahun 2017.

Sejak konsisten menggunakan hasil karyanya ini, Rojai tak lagi bergantung pada pupuk dan pestisida kimia.

Bahkan, dia mendirikan labolatorium untuk menciptakan zak aktif pengendali hayati.

Dengan hasil karyanya ini, Rojai dan sejumlah petani dala Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tani Makmur malah mampu meraup keuntungan.

Baca juga: Pupuk Organik dari Kotoran Hewan, Kreasi Kolaborasi Mahasiswa Unpar dan Unisba

Dia mengaku upaya ini dia tempuh karena sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi.

Dia hanya mendapatkan jatah sekitar 70 kilogram dari yang seharusnya mencapai 100 kilogram lebih untuk satu hektar lahan pertanian.

Hal yang sama juga dialami banyak petani lainnya, sehingga tanaman di lahan pertanian mereka tidak tumbuh secara maksimal.

"Banyak petani kelompok kami kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Sedangkan tanaman yang tidak dipupuk itu tidak berbuah."

"Dari situ saya diberi kesempatan Dinas Pertanian untuk mengikuti pelatihan mengolah limbah ternak," kata Rojai kepada Kompas.com, Rabu (13/3/2024) siang.

Meski hanya tamatan sekolah Aliyah -setingkat SMU-, dia belajar dengan banyak petani, instansi pemerintah, hingga profesor dalam berbagai pelatihan.

 

Membangun laboratorium

Rojai berdiri di depan Laboratorium APH di samping rumahnya di Desa Tegalkarang Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon, Rabu (13/3/2024) siang. Labolatorium ini menjari ruang penelitian dan ruang kerja Rojai untuk menciptakan Trichoderma, Painibacillus dan Probiotik.MUHAMAD SYAHRI ROMDHON/ Kompas.com Rojai berdiri di depan Laboratorium APH di samping rumahnya di Desa Tegalkarang Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon, Rabu (13/3/2024) siang. Labolatorium ini menjari ruang penelitian dan ruang kerja Rojai untuk menciptakan Trichoderma, Painibacillus dan Probiotik.
Beberapa bulan lalu, pria yang juga Ketua Gapoktan Tani Makmur Desa Tegalkarang ini, bekerjasama dengan tim Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (POPT) Kabupaten Indramayu.

Mereka membangun labolatorium Agen Pengendali Hayati (APH). Rojai mulai membuat zak aktif untuk pengurai bakteri yang juga sekaligus pengusir hama.

Rojai memelajari dan menghasilkan trichoderma, painibacillus, probiotik, dan lainnya, yang bermanfaat untuk mempercepat proses pembuatan pupuk dan juga pestisida pengusir hama.

Di labolatorium ini juga, Rojai membuat cairan belerang, yang dipadukan dengan garam, soda api dan lainnya untuk membunuh hama tikus.

"Saya berusaha tidak bergantung pada pabrikan, untuk mengolah feses padat dan cair kan butuh fermentasi, fermentasi butuh probiotik."

"Alhamdulillah kami buat probiotik sendiri yang bahannya dari isi rumen, ditambahkan enzim bromelain dan enzim papain," ujar Rojai.

Pertanian berkelanjutan

Rojai mengumpulkan kotoran sapi di dalam ternaknya di tengah area persawahan di Desa Tegalkarang Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon, Rabu (13/3/2024) siang. Kotoran sapi yang baru keluar ini akan difermentasi lalu dibuat pupuk organik padat.MUHAMAD SYAHRI ROMDHON/ Kompas.com Rojai mengumpulkan kotoran sapi di dalam ternaknya di tengah area persawahan di Desa Tegalkarang Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon, Rabu (13/3/2024) siang. Kotoran sapi yang baru keluar ini akan difermentasi lalu dibuat pupuk organik padat.
Kelengkapan amunisi organik ini, sambung Rojai, berhasil memutuskan ketergantungannnya dari bahan bahan kimiawi pabrikan.

Pasalnya sejak tahun 2017 hingga hari ini, dia tidak lagi yang membeli pestisida kimia. Bahkan, pola ini membuat tanah hasil semaian pupuk organik kian subur.

Rojai menyebut konsep pupuk organik sebagai yang konsep pertanian yang berkelanjutan.

"Hasil uji lab pupuk Indonesia tahun kemarin, tanah pupuk organik saya pH nya 7, N nya tinggi, P nya tinggi."

"Hanya kalium nya yang rendah karena jerami hasil panen padi saya ambil untuk pakan ternak, tidak ditebar di tanah, tapi saya ganti dengan lainnya," kata Rojai.

Serangkaian hasil karyanya ini juga menyuburkan tanah sawah padi dengan cara meningkatkan unsur hara pada tanah.

Hasilnya, Rojai mampu meningkatkan hasil panen mencapai 10,3 ton gabah kering panen di panen kedua tahun lalu, dari satu hektar lahan padi.

Padahal, umumnya untuk satu hektar lahan hanya mendapatkan 6-7 ton.

Bahkan, Rojai juga mampu meningkatkan tingkat rendemen yang mencapai 70 persen dibanding umumnya yang hanya mencapai sekitar 65 persen.

Menurut Rojai, petani tidak boleh selamanya bergantung pada pupuk dan pestisida kimia.

Petani, kata dia, harus mampu mengolah sendiri tanamannya, untuk meningkatkan kesuburan dan produktivitas.

Bukan sekedar bermanfaat untuk diri sendiri, kini Rojai dan Kelompok Tani Makmur Desa Tegalkarang justru menerima banyak kunjungan dari petani dan instansi lain.

"Senang karena bermanfaat untuk sesama petani, dan juga alhamdulillah untung."

"Tahun kemarin Dinas Pertanian pesan sampai 18 ton pupuk padat. Petani lainya juga belum terhitung, banyak," kata Rojai sambil tersenyum.

Kini, pupuk organik padat dengan merek supersonik yang dijual Rp 2.000 per kilogram hasil karya Rojai banyak diburu petani.

Tak terkecuali dengan pupuk organik cair yang dihargai sekitar Rp 20.000 per liter.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Viral, Pencurian Bermodus Pura-pura Jadi Tamu Syukuran Pengajian di Kota Bandung

Viral, Pencurian Bermodus Pura-pura Jadi Tamu Syukuran Pengajian di Kota Bandung

Bandung
Diungkap, Motif Pembunuhan Gadis di Kamar Kos soal Uang Kencan

Diungkap, Motif Pembunuhan Gadis di Kamar Kos soal Uang Kencan

Bandung
Kebakaran Landa Penampungan Limbah Plastik di Kawasan Industri Panyileukan Bandung

Kebakaran Landa Penampungan Limbah Plastik di Kawasan Industri Panyileukan Bandung

Bandung
Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Jumat 10 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Jumat 10 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Bandung
Polisi Ungkap 2 Pembunuh Pria Lansia Penderita Stroke di Garut

Polisi Ungkap 2 Pembunuh Pria Lansia Penderita Stroke di Garut

Bandung
PDI-P, Golkar, dan PKS Sepakati Koalisi Besar di Pilkada Sumedang 2024

PDI-P, Golkar, dan PKS Sepakati Koalisi Besar di Pilkada Sumedang 2024

Bandung
Jasad Gadis Mengambang di Sungai Tegalgubug, Polisi Periksa 5 Saksi

Jasad Gadis Mengambang di Sungai Tegalgubug, Polisi Periksa 5 Saksi

Bandung
Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Jumat 10 Mei 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Jumat 10 Mei 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Ringan

Bandung
Korban yang Tewas di Kosan Cirebon Sedang Menunggu Panggilan Kerja dari Luar Negeri

Korban yang Tewas di Kosan Cirebon Sedang Menunggu Panggilan Kerja dari Luar Negeri

Bandung
Karacak Valley di Garut: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Karacak Valley di Garut: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Bandung
Gadis 21 Tahun Ditemukan Tewas Dalam Kamar Indekos di Cirebon, Terdapat Luka di Kepala

Gadis 21 Tahun Ditemukan Tewas Dalam Kamar Indekos di Cirebon, Terdapat Luka di Kepala

Bandung
Airin hingga Dimyati Berebut Restu Anak Jokowi di Pilkada Banten

Airin hingga Dimyati Berebut Restu Anak Jokowi di Pilkada Banten

Bandung
Viral, Unggahan Aksi Pembegalan Tukang Pijit di Cicalengka, Polisi Tegaskan Murni Kecelakaan

Viral, Unggahan Aksi Pembegalan Tukang Pijit di Cicalengka, Polisi Tegaskan Murni Kecelakaan

Bandung
Pantai Tanjung Pakis di Karawang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Pantai Tanjung Pakis di Karawang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Bandung
Libur Kenaikan Yesus Kristus, Penumpang PT KAI Daop 3 Cirebon Naik 70 Persen

Libur Kenaikan Yesus Kristus, Penumpang PT KAI Daop 3 Cirebon Naik 70 Persen

Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com