Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SMP di Depok "Cuci Rapor", Sekolah di Bandung dan Sumedang "Mark Up" Nilai

Kompas.com, 17 Juli 2024, 22:10 WIB
Faqih Rohman Syafei,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Praktik kecurangan dengan memanipulasi nilai rapor terjadi di sejumlah sekolah di Jawa Barat.

Pelaksana harian (Plh) Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Ade Afriandi, mengatakan, di SMP Negeri 19 Kota Depok, ada 51 siswa yang dicoret karena melakukan "cuci rapor".

Sementara, sekolah di Bandung dan Sumedang melakukan "mark up" nilai.

Baca juga: Skandal Cuci Rapor, Disdik Jabar Coret 51 Siswa di Kota Depok

"Kasus untuk yang 'cuci rapor' ada di Kota Depok. Di tempat lain ada di Sumedang dua (sekolah), tetapi itu mark up nilai. Jadi calon peserta didik (CPD) menambah nilai di dalam dokumen yang di-upload. Sumedang dua CPD, Kota Bandung satu CPD," ujar Ade kepada awak media di SMK Negeri 1 Kota Bandung, Rabu (17/7/2024).

Baca juga: Akui Manipulasi Nilai Rapor 51 Siswa, Kepala SMPN 19 Depok: Kami Siap Menanggung Konsekuensi

Beda "cuci rapor" dan mark up nilai

Ade menjelaskan, praktik kecurangan "cuci rapor" dan mark up nilai memiliki perbedaan yang sangat tipis, yaitu terletak pada pelakunya.

Baca juga: Kepala SMPN 19 Depok Akui Manipulasi Nilai Rapor 51 Murid

Untuk mark up nilai, pelaku kecurangan dilakukan langsung oleh siswa dengan mengunggah nilai rapor yang berbeda dengan yang sebenarnya ke sistem PPDB.

"Upload nilai rapor ke dalam sistem tidak sama dengan yang ada di dalam bukti rapor. Baik yang dipegang siswa, maupun sekolah," kata dia.

Ade mengatakan, proses pengungkapan kasus mark up nilai tidak terlalu sulit. Tinggal membandingkan nilai yang diunggah dengan yang tertulis dalam rapor asli.

"Makanya prosesnya tidak terlalu sulit. Setelah di-cross check ke sekolah, ternyata di buku nilai sekolah tidak sama dengan yang di-upload," kata Ade.

Sedangkan, untuk praktik "cuci rapor", pelaku adalah sekolah tempat asal calon peserta didik tersebut.

"Antara nilai yang di-upload peserta dengan nilai di buku rapor yang dipegang peserta, kemudian dengan buku nilai di sekolah berbeda dengan nilai di e-rapor yang dimasukan guru atau wali kelasnya ke sistem Kemendikbud," kata Ade.

Ade menduga pihak sekolah sengaja curang dengan mengatrol nilai hingga 20 persen agar siswanya bisa diterima di sekolah yang diinginkan.

"Mungkin karena kepentingan PPDB, jadi buku rapor yang diberikan siswa, buku yang dipegang sekolah, kemudian di sekolah atau buku legger itu jelas tidak sama dengan e-rapor yang di sistem Kemendikbud," tambahnya.

Menurut dia, pengungkapan kecurangan praktik "cuci rapor" ini lebih susah karena panitia PPDB harus mengecek langsung e-rapor yang ada di Kemendikbud.

Ditambah lagi, hingga saat ini panitia PPDB tidak memiliki akses ke e-rapor dan terlebih dahulu harus berkoordinasi dengan Kemendikbud.

Periksa ulang sekolah di Depok

Ade menambahkan, terkuaknya kasus "cuci rapor" di SMPN 19 Depok membuat sejumlah pihak mendorong agar dilakukan pemeriksaan ulang terhadap sekolah lainnya di Kota Depok.

Namun, Disdik Jabar tidak berwenang melakukan hal itu karena pengawasan SMP negeri dan swasta ada bawah pemerintah kota atau kabupaten.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau