BANDUNG, KOMPAS.com - Dewan Pembina Pusat Studi Logistik dan Pengembangan Wilayah, Fary Djemi Francis menyebut, efisiensi biaya logistik di Indonesia bisa dicapai bila mengubah alur distribusi dari transportasi darat ke laut.
Menurut dia, saat ini alur distrubusi barang Indonesia sekitar 90 persen masih mengandalkan transportasi darat. Padahal, secara biaya hal tersebut lebih mahal ketimbang melalui laut.
"Laut itu hanya sekitar sembilan persen. Padahal kalau dari beberapa kajian logistik biaya logistik darat jauh lebih besar 10 persen dari laut."
Demikian ujar Fary dalam kegiatan Seminar Nasional Peningkatakan Kinerja Logistik di Indonesia di Aula Barat, Institut Teknologi Bandung (ITB), Kota Bandung, Kamis (25/7/2024).
Baca juga: Truk Listrik Belum Cocok Buat Logistik
Dia pun mendorong, Pemerintah untuk segara mengambil kebijakan mengubah alur distribusi dari darat ke laut menggunakan kapal jenis roro, dan lain sebagainya.
Fary menilai tingginya biaya logistik nasional ini merupakan masalah mendesak yang harus segera ditangani. Demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Pilihan darat bisa dialihkan ke laut ini bisa turunkan biaya logistik secara keseluruhan. Termasuk juga menghidupkan Patimban agar sektor laut jadi pilihan utama," kata dia.
Diakui dia, selama masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo sistem tranportasi darat sudah banyak mengalami perbaikan yang signifikan.
Salah satunya adanya jalan tol yang menyambung hingga ke ujung timur Pulau Jawa yang bisa memangkas waktu distribusi.
Meski demikian, hal tersebut tidak bisa berdampak pada turunnya biaya logistik.
Baca juga: Dapat Sertifikasi BPJPH, KAI Logistik Layani Angkutan Peti Kemas Berstandar Halal
Lebih lanjut, Fary menyebut, berkaca pada Jepang, saat ini Negari Matahari Terbit yang masuk ke dalam negara maju, hampir 45 persennya beralih menggunakan transportasi laut.
Dia lantas mengajak ITB untuk menemukan upaya-upaya yang bisa menjadi loncatan bagi penurunan biaya logistik.
Pada saat yang sama juga menjamin pemerataan pembangun, menekan waktu tunggu.
"Indonesia dapat belajar dari Jepang, Uni Eropa, atau bahkan Filipina yang memiliki karakteristik geografis yang sama, tetapi waktu tempuh pelayaran rata-rata di bawah dua hari," ungkap dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang