Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Pertamax Naik, Warga Bandung Sebut Kebijakan yang Tak Berpihak pada Masyarakat

Kompas.com, 12 Agustus 2024, 17:45 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Warga Kabupaten Bandung mengeluhkan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi jenis Pertamax. 

Harga Pertamax saat ini menjadi Rp 13.700 per liter naik Rp 750 per liter dari harga sebelumnya Rp 12.950 per liter.

Agi (33) salah seorang pegawai swasta yang kerap mengisi bahan bakar jenis Pertamax untuk sepeda motornya mengatakan, kebijakan menaikkan harga Pertamax tidak berpihak pada pekerja seperti dirinya.

Baca juga: Harga Pertamax Naik, Warga Serang: Pendapatan Tetap, Pengeluaran Terus Meningkat

Dia menyebut, harga Pertamax yang dulu, sambung dia, cukup untuk penghasilan pegawai swasta sepertinya.

"Awalnya saya pakai Pertalite, cuma ternyata Pertalite lebih cepat habis, makanya saya ganti Pertamax, dibilang irit justru lebih irit. Sebelum naik, soal harga dari Pertalite ke Pertamax alhamdulillah, saya gak jadi masalah," kata Agi ditemui di SPBU Katapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (12/8/2024).

Baca juga: Pertamina Jambi Selidiki Kebocoran Pipa yang Sempat Macetkan Jalan

Alasan lain Agi memilih Pertamax, lantaran beberapa bengkel tempat dia service motor merekomendasikan agar bahan bakar motor menggunakan Pertamax.

Selain itu, antrean di SPBU khusus Pertamax, lebih lengang dari pada Pertalite.

"Terus Pertamax ngantrenya juga enggak panjang, kalau yang kerja kaya saya butuh on time ya saya lebih milih Pertamax. Heran kenapa harus dinaikan lagi," tuturnya.

Agi berharap pemerintah melakukan kroscek terhadap kondisi masyarakat saat ini. Ia meyakini, masyarakat punya pilihan sendiri terkait bahan bakar apa yang akan digunakan untuk kendaraannya.

"Ya tadi sesuai kantong lah, bukan tidak mempertimbangkan kualitas, tapi sesuai pendapatan, kalau saya enggak setuju sih dinaikan lagi hargnya Rp 12.950 itu sudah oke," ujar Agi.

Hal senada disampaikan salah seorang pengemudi ojek online Muhamad Yugha (30). Dia mengatakan, kenaikan harga Pertamax, kembali membuat masyarakat kecil seperti dirinya semakin terbebani.

Dia mengaku, menggunakan Pertamax sudah sejak 3 tahun lalu.

Naiknya harga Pertamax, tak sesuai dengan pendapatan seorang driver online. Menurutnya, penghasilan driver ojek online tidak sebanding dengan pendapatan orang-orang kantoran.

"Gini saya bukan pekerja kantoran, gak punya gaji bulanan. Motor itu nyawa buat saya, saya milih Pertamax sejak dulu karena supaya mesin motor juga terjaga, artinya ada banyak pertimbangan, terus kenapa mesti naik lagi," kata Yugha.

Jika menggunakan BBM Pertalite, Yugha mengaku mengisi BBM hampir dua atau tiga kali lipat, tergantung dari jarak pemakaian kendaraan.

Halaman:


Terkini Lainnya
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Bandung
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Bandung
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau