BANDUNG, KOMPAS.com - Merawat lansia penderita Alzheimer tidaklah mudah. Perlu ketelatenan hingga kesabaran untuk menghadapi orang dengan penyakit tersebut.
Penyakit yang disebabkan oleh menumpuknya meta amyloid dan tau protein di otak ini membuat penderitanya mudah lupa hingga kesulitan dalam berkomunikasi.
Ani (33) bukan nama sebenarnya, warga Kelurahan Cijawura, Kecamatan Buahbatu, Kota Bandung, Jawa Barat, ini menceritakan bagaimana perjuangan orangtuanya merawat kakak dari ibunya yang menderita Alzheimer.
Uwa (65), biasa Ani memanggilnya, telah menderita penyakit Alzheimer kurang lebih sekitar 9 tahun lamanya. Ia tak tahu pasti penyebab penyakit itu mendera sang Uwa.
Baca juga: 80 Persen Alzheimer Diawali dengan Lupa, Kenali 3 Tahapannya
Namun, akibat dari penyakit ini, berdampak juga pada rumah tangga sang Uwa yang berujung perpisahan dengan istrinya.
Sedangkan ketiga anaknya bersikap tidak acuh dan hanya memberikan perhatian seadanya.
"Istrinya entah lelah atau bagaimana akhirnya cerai lalu menikah dengan laki-laki lain. Anaknya itu enggak peduli, hanya bantu soal sekadarnya saja, mengurus dan lain-lain dibiarin saja," ujar Ani, saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Menurut dia, penyakit Alzheimer membuat perilaku Uwanya berubah.
Namun, secara fisik kondisinya bugar dan sehat berbeda dengan penderita lain, namun dari tingkah lakunya cukup membuat orangtua Ani harus mengelus dada.
Apalagi, di saat sang Uwa tidak bisa lagi membedakan keadaannya saat ini, dengan kondisi masa jayanya sebagai seorang pengusaha konveksi yang sibuk dengan berbagai macam pekerjaan.
"Wahamnya kayak memiliki kehidupan kayak dulu. Dia masih ngerasa kehidupan beraktivitas di konveksi terus masih nanyain istrinya, padahal sudah cerai," kata Ani.
Ani mengatakan, setiap hari ayah dan ibunya dan sanak keluarga lainnya membantu menyiapkan kebutuhan sehari-hari mulai dari makanan, obat-obatan dan lain sebagainya di rumah pribadi Uwanya.
Bukan hanya itu saja, bentuk perhatian orangtua Ani terhadap Uwanya sampai menyangkut urusan pribadi.
Misalnya saja saat akan menghadiri acara reuni sekolah, ayah Ani pun sampai ikut mengantarkan dan menunggu hingga acara selesai.
Baca juga: Tantangan Merawat Penderita Alzheimer, Pentingnya Dukungan Keluarga dan Pengasuh
Menurut dia, perhatian tersebut diberikan, karena khawatir sang Uwa linglung dan tidak tahu arah jalan pulang ke rumah. Apalagi, Uwanya pernah hilang selama beberapa hari, padahal itu saat hanya jalan-jalan dia area kompleks.
"Sebenarnya hal-hal treatment dilakukan oleh orangtua aku kayak dibelakang HP dia (Uwa) ditempelin nomor-nomor. Jadi, kalau ada apa-apa lupa nanti suruh kontak ke sini saja," kata Ani.
"Terus kayak aktivitas di rumah keliling kompleks, ke masjid enggak boleh jalan jauh takutnya nyasar atau gimana. Kalaupun agak jauh dianterin sama ayah aku ditungguin," tambah dia.
Ani mengungkap, alasan kedua orangtuanya memilih merawat sang Uwa karena merasa iba dengan kondisinya. Apalagi, keluarga intinya sudah masa bodoh dengan keadaan Uwa.
Orangtuanya sempat mengeluh lelah merawat Uwa.
Ia pun sempat merasa keberatan juga melihat ibu dan ayahnya terus mengurus sang Uwa. Apalagi, umur mereka tidak terpaut jauh.
"Kasihan banget kayak dibilang keluarga terbebani ya gimana ya, Alzheimer tidak mudah. Apalagi orangtua aku sudah berumur. Ayah aku usianya 65 juga, ibu aku 59," tutur dia.
Baca juga: Viral, Wanita di Bandung Ajukan Pembatalan Nikah karena Suaminya Diduga Penyuka Sesama Jenis
Ani mengatakan, keluarga besarnya tetap bertahan membantu Uwanya agar bisa sembuh dari penyakit Alzheimer. Dorongan moral hingga materi pun diberikan.
Salah satunya dengan membawa sang Uwa berobat ke rumah sakit yang kembali dialukan sejak awal tahun ini.
Selain itu, kata Ani, curahan perhatian dan kasih diperlukan sebagai upaya agar Uwanya bisa kembali normal.
"Awal tahun 2024 bawa Uwa periksa ke dokter, ternyata di kasih obat antidepresan gitu. Karena memang dari tingkah laku dan lain-lain cukup menuntut sabar," ucapnya.
"Intinya lansia penderita Alzheimer harus didukung oleh keluarga inti," pungkas Ani.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang