CIANJUR, KOMPAS.com – Riuh suara anak-anak berseragam sekolah menggema dari dalam tenda sederhana yang tampak lusuh dimakan waktu.
Di atas lantai beralaskan terpal, mereka duduk berkelompok, mengikuti kegiatan belajar di tengah keterbatasan.
Sesekali, di antara mereka tampak sibuk mengibas-kibaskan buku, mencoba menghadirkan embusan angin di tengah udara kelas yang pengap dan gerah.
Baca juga: Detik-detik Gempa Beruntun Guncang Cianjur, Warga: Semua Orang Berlarian ke Lapangan
Sudah hampir dua tahun, murid SD Negeri Girijaya, Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ini belajar di tenda darurat.
Di tempat ini, ratusan siswa harus berbagi tempat dalam dua tenda terpal dan saung bambu yang disekat menjadi kelas-kelas kecil.
Belajar di tempat seperti ini tentu bukan pilihan, melainkan keadaan yang harus dijalani anak-anak tersebut, setelah gempa magnitudo 5,6 meratakan bangunan sekolah mereka, dua tahun lalu.
Baca juga: Menengok Kampung Mati di Cianjur, Sisa Kehancuran Akibat Gempa Tewaskan 20 Orang
“(Belajar) di dalam gerah, apalagi kalau udah siangan, makin panas,” ucap Alfan (11), salah satu murid kelas 5 saat ditemui Kompas.com di sekolah, Kamis (21/11/2024).
Alfan menuturkan, situasi tak nyaman juga dirasakan ketika kondisi cuaca hujan. Sebab, ruang kelas atau lantai tenda menjadi becek dan kotor.
“Suka banjir juga ke dalamnya, terpaksa harus bersih-bersih dulu,” ujarnya.
Meski begitu, Alfan mengaku tetap semangat bersekolah sembari menggantungkan harapan untuk dapat kembali belajar di kelas yang nyaman. Sama seperti siswa di sekolah pada umumnya.
“Suka banjir juga ke dalamnya, terpaksa harus bersih-bersih dulu,” sahut Bunga (11), seorang murid lain dengan penuh harap.
Hadiyanti, guru SDN Girijaya menyebutkan, ada tiga tenda darurat yang digunakan sebagai kelas sementara untuk kegiatan belajar mengajar.
Salah satu tenda bahkan harus disekat menjadi dua bagian karena keterbatasan fasilitas, demi dapat menampung seluruh siswa yang jumlahnya 160 orang.
Kelas-kelas darurat ini, berdiri di atas lahan milik warga yang dengan sukarela memberikan izin untuk digunakan sementara waktu.
“Awalnya, saung ini juga berupa tenda terpal," ujar Hadiyanti saat ditemui di sekolah, Kamis.