Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan kebutuhan ekonomi keluarganya yang semakin meningkat.
Sebelum terjun ke dunia politik sebagai kepala desa, Dodi sudah memiliki pengalaman kerja di Jepang.
Sejak tahun 2008 hingga 2013, ia bekerja di sebuah perusahaan perkapalan.
"Saat masih muda, kerja statusnya kontrak terus. Bekerja 3-4 tahun, tapi tidak ada pengangkatan karyawan," ungkap Dodi saat ditemui di rumahnya di Desa Sukamulya pada Jumat (14/2/2025).
Pengalaman bekerja sebagai tenaga kontrak memunculkan rasa ketidakpastian.
"Kerja sebagai tenaga kontrak tidak tenang. Ada kekhawatiran kontraknya tidak diperpanjang atau diputus." kata Dodi.
Baca juga: Alasan Kades Ciamis Mundur untuk Bekerja di Jepang, Ingin Rehab Masjid
Mendengar tawaran dari teman-teman untuk bekerja di Jepang melalui lembaga pelatihan kerja (LPK), Dodi pun mengikuti seleksi yang berlangsung selama delapan bulan sebelum dinyatakan lulus.
Setelah bertahun-tahun di Jepang, Dodi pulang ke kampung halamannya dengan membawa hasil kerja yang membanggakan.
Dia mampu membeli tanah, mobil, dan sepeda motor.
"Mobil dipakai mengantar warga yang sakit, dan antar ibu-ibu ke pengajian," katanya, mencerminkan komitmennya terhadap kegiatan sosial di desanya.
Pada tahun 2019, berkat kegiatan sosialnya, masyarakat mendorong Dodi untuk mencalonkan diri sebagai kepala desa.
Dengan dukungan penuh dari warga, ia meraih sekitar 1.250 suara, sementara lawannya, seorang kepala desa inkumben, hanya meraih 300 suara.
"Hampir 80 persen suara," imbuhnya dengan bangga.
Selama masa jabatannya dari 2019 hingga 2024, Dodi dikenal sebagai sosok yang dekat dengan masyarakat.
Baca juga: Kades di Ciamis Mundur untuk Jadi TKI di Jepang, Gaji Lebih Besar 10 Kali Lipat
Namun, situasi berubah ketika masa jabatan kepala desa yang awalnya 6 tahun diperpanjang menjadi 8 tahun.