Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perusahaan Bus Sebut Larangan Study Tour Dedi Mulyadi bagai Covid-19 Kedua

Kompas.com, 13 Maret 2025, 16:09 WIB
David Oliver Purba

Editor

KOMPAS.com - Ikatan Perusahaan Bus Oto Bandung (IPOBA) menyebut kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang melarang kegiatan study tour di Jawa Barat, sangat merugikan mereka.

Bahkan, Ketua IPOBA Jawa Barat, Cipto Prasodjo, menyebut kebijakan ini akan berdampak besar pada sektor pariwisata dan bisa menjadi Covid-19 kedua bagi para pelaku usaha.

Menurut Cipto, larangan study tour tidak hanya merugikan perusahaan otobus, tetapi juga berdampak pada hotel, restoran, tempat wisata, hingga UMKM yang menggantungkan penghasilannya pada kunjungan rombongan pelajar.

Baca juga: Dedi Mulyadi Larang Study Tour, Jumlah Pengunjung TMII Terdampak

"Kalau ini terjadi, maka ini menjadi Covid kedua bagi kami. Larangan ini tidak hanya berdampak pada PO bus, tapi hotel, restoran, tempat wisata, UMKM dan lainnya. Jangan hilangkan study tour, tapi ubah polanya," kata Cipto dalam forum diskusi pelaku pariwisata Jabar, Selasa (11/3/2025).

Larangan itu juga bakal berdampak pada pengangguran.

"Jika dilarang, maka kemungkinan kami akan mengurangi jumlah bus kami, otomatis akan berdampak pada pengurangan sopir dan kondektur. Maka akan ada beberapa keluarga yang akan kehilangan mata pencahariannya," ujar Cipto.

Baca juga: Dedi Mulyadi Larang Study Tour, Potensi PHK Mengintai

Forum diskusi pelaku pariwisata Jawa Barat yang bertemakan peran dan sikap pelaku pariwisata Jawa Barat atas larangan study tour oleh Gubernur Jawa Barat periode 2025 - 2030, Selasa (11/3/2025). 
Tribun Jabar/Daniel Andreand Damanik Forum diskusi pelaku pariwisata Jawa Barat yang bertemakan peran dan sikap pelaku pariwisata Jawa Barat atas larangan study tour oleh Gubernur Jawa Barat periode 2025 - 2030, Selasa (11/3/2025).
Ketua panitia diskusi, Abung Hendrayana, juga menyebut banyak agen travel yang 60-80 persen konsumennya berasal dari kegiatan study tour.

Jika larangan ini diterapkan, banyak pengusaha kecil yang terancam gulung tikar dan angka pengangguran akan meningkat drastis.

"Yang pasti kalau ini dilarang, akan menjadi Covid kedua selama lima tahun bagi kami. Kalau Covid 19 kan dampaknya dua tahun, tapi kalo larangan ini terjadi, maka sudah pasti akan mengalami covid selama lima tahun ke depan," katanya.

Para pelaku pariwisata Jawa Barat yang hadir dalam forum ini sepakat menolak kebijakan tersebut.

Jika jalur audiensi tidak membuahkan hasil, mereka berencana melakukan aksi protes.

"Ini jadi masalah baru, kalau Jabar melarang study tour, maka provinsi lain juga tidak akan memberhentikan kunjungan ke Jawa Barat. Prinsipnya kami menolak kebijakan Gubernur terkait larangan study tour. Jika jalur audiensi tidak bisa, akan dilakukan jalur aksi," katanya.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Ipoba: Larangan Study Tour Dedi Mulyadi Jadi Covid-19 Kedua Bagi Pelaku Wisata, Dampaknya Lima Tahun

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau