Editor
KOMPAS.com - Seorang ibu di Purwakarta, Jawa Barat, memutuskan untuk mengikutsertakan anaknya dalam program pendidikan militer yang digagas Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Alasannya cukup mengejutkan, sang anak mengunggah foto bersama seorang perempuan ke media sosial TikTok.
Kejadian ini terungkap saat Dedi Mulyadi menyambangi Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Armed 9, di Desa Ciwangi, Kecamatan Bungursari, Purwakarta, Kamis (1/5/2025).
Baca juga: Tangis Orangtua Iringi 39 Siswa Pendidikan Militer Dedi Mulyadi Saat Masuk Markas TNI
Di sana, Dedi menemui 39 orangtua siswa yang anak-anaknya akan mengikuti pendidikan militer, sebagai bagian dari upaya pembinaan bagi siswa bermasalah, mulai dari pelaku tawuran hingga kasus lainnya.
Baca juga: Tiba di Markas TNI, 39 Siswa Pendidikan Militer Dedi Mulyadi Disambut Komando!
Salah satu momen menarik terjadi ketika Dedi berdialog dengan seorang ibu yang mengungkapkan alasan unik mengirimkan anaknya ke program tersebut.
"Anak ibu kenapa?" tanya Dedi dalam video yang diunggah di kanal Youtubenya, Kamis (1/5/2025).
"Foto sama cewek di-upload ke TikTok," jawab sang ibu.
Dedi pun menimpali, "Lalu masalahnya apa?"
Sang ibu menjelaskan kekhawatirannya soal dampak negatif dari perilaku anaknya di media sosial.
Ia pun setuju anaknya dititipkan dalam program pendidikan militer ini.
"Ibu nggak apa-apa dititipi didik di sini?" tanya Dedi.
"Gak apa-apa, ingin jadi anak hebat," jawab sang ibu.
Baca juga: DPRD Pertanyakan Pendidikan Militer Dedi Mulyadi, Program Sudah Mulai, Regulasinya Belum Ada
Dedi menegaskan bahwa meski menjalani program pendidikan militer, status anak tetap sebagai pelajar.
"Status anaknya sekolah ya, nanti makan disiapkan, tidur diatur, tidak merokok, tidak bergaul ke luar. Nanti ada waktu rekreasi juga," jelas Dedi.
Program pendidikan militer ini digelar di lingkungan Resimen Armed 1 Sthira Yudha. Dedi menjelaskan, siswa akan mengikuti pola pendidikan disiplin tinggi, mulai dari tidur pukul 8 malam, bangun pukul 4 pagi, shalat subuh, sarapan, olahraga, hingga pembelajaran seperti biasa.
Seluruh kebutuhan, mulai dari makan hingga pengawasan, ditanggung pihak program.
Para orangtua juga dilarang memberikan uang saku, ponsel, dan tidak diperkenankan menjenguk dalam waktu dekat.
"Jangan kasih bekal jajan ya, kita tanggung semua. Jangan kasih hape, jangan dijenguk," tegas Dedi dalam salah satu percakapannya dengan orangtua siswa lain.
Program ini mendapat berbagai respons dari orangtua.
Banyak dari mereka yang merasa tidak sanggup lagi membimbing anaknya di rumah, sebagian besar karena kondisi keluarga yang tidak utuh, mulai dari perceraian hingga kematian salah satu orangtua.
Langkah Dedi ini menuai perhatian karena dianggap sebagai pendekatan tak biasa dalam menangani kenakalan remaja.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang