CIREBON, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan tanggapan terhadap kritik yang dilontarkan oleh budayawan dan pemerhati sejarah Cirebon mengenai penamaan Gedung Negara Eks Keresidenan Cirebon menjadi "Bale Jaya Dewata".
Dedi berpendapat bahwa nama Jaya Dewata yang disematkan pada gedung tersebut merupakan penghormatan kepada leluhur Cirebon.
"Nama Jaya Dewata itukan nama Prabu Siliwangi, dan Prabu Siliwangi itu kan leluhurnya orang Cirebon," ujar Dedi Mulyadi saat ditemui Kompas.com usai menghadiri Musrenbang Provinsi Jawa Barat di kantor Gedung Negara Bale Jaya Dewata, Rabu (7/5/2025) petang.
Gedung Negara Bale Jaya Dewata kini secara resmi berfungsi sebagai kantor Gubernur Jawa Barat untuk wilayah Pantura, yang mencakup Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan.
Menanggapi kritik yang menyatakan bahwa penamaan gedung tersebut tidak melibatkan diskusi dengan warga Cirebon, Dedi menjelaskan bahwa ia menggunakan intuisi dalam memberikan nama pada tempat yang ia pimpin.
"Terkait tidak dilibatkan, gini kan ada hal-hal yang bersifat penamaan. Saya juga punya intuisi yang harus saya terapkan," jelasnya.
Baca juga: Warga Cirebon Kaget, Kritik Dedi Mulyadi Ubah Nama Gedung Jadi Bale Jaya Dewata
Dedi juga mengajak budayawan, pemerhati sejarah, dan masyarakat untuk memberikan kritik yang lebih substansial terkait pengelolaan dan pemanfaatan gedung tersebut.
Ia menekankan pentingnya kritik terhadap kondisi gedung yang tidak terawat dibandingkan dengan nama yang disematkan.
"Harusnya yang menjadi sorotan itu adalah ketika gedung ini dulu tidak diurus. Kenapa waktu gedungnya kumuh, tidak terawat, gelap, tidak ada yang mengomentari? Mari kritis terhadap setiap hal, harus objektif. Jangan mengkritisi hal yang sebenarnya baik tapi diributin,” tambahnya.
Kantor Gubernur Jawa Barat Wilayah Karisidenan Kacirebonan, bernama Bale Jaya Dewata di jalan Siliwangi Kota Cirebon, dikritisi sejumlah pemerhati budaya, pada Kamis (24/4/2025) siang."Memang kantor itu milik Provinsi Jawa Barat, tapi yang bikin saya kaget, kok tidak ada satupun warga Cirebon yang diajak bicara, entah dari perwakilan keraton, pemerhati budaya, sejarah, sehingga tidak jadi polemik," kata Jajat saat ditemui di Cirebon, pada Kamis (24/4/2025) siang.
Baca juga: Nama Bale Jaya Dewata Belum Diresmikan, Baru Disampaikan Dedi Mulyadi lewat Rapat Virtual
Jajat menambahkan bahwa Jaya Dewata merupakan nama muda dari Raden Pamanah Rasa, yang setelah dinobatkan menjadi raja, berganti nama menjadi Prabu Jaya Dewata, yang juga dikenal sebagai Prabu Siliwangi.
Ia berpendapat bahwa penggunaan kata "Bale" merujuk pada nama tempat, dan menyatakan bahwa Prabu Siliwangi belum pernah menginjakkan kaki di Cirebon, sehingga penamaan tersebut kurang tepat.
Jajat juga menawarkan alternatif nama lain yang lebih representatif, seperti Panembahan Losari dan Pangeran Suci Manah.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang