KARAWANG, KOMPAS.com - Rabu (21/5/2025) siang, suasana di sebuah rumah reyot di Karawang tampak sepi.
Sarta, seorang kakek, duduk di balai kayu yang sudah lapuk, memandang rumahnya yang terbuat dari bilik bambu dan gypsum, di mana beberapa bagian dindingnya telah jebol.
Lantai tanah yang retak dan perabotan rumah yang sederhana menambah kesan keterbatasan hidupnya.
Sarta tinggal di rumah ini bersama istri, anak, dan cucunya, AP, seorang remaja berusia 16 tahun yang alat kelaminnya mengalami perubahan dari perempuan menjadi laki-laki.
"AP kadang di kamar, kadang tidur di sini (balai layu)," ujar Sarta, mengungkapkan kesehariannya dalam merawat cucunya.
Sarta dan istrinya telah mengasuh AP sejak bayi karena orangtua AP bercerai dan kini telah menikah lagi, tinggal di Subang.
"Dari kecil sama saya," tambah Sarta.
Dengan mata berkaca-kaca, Sarta membagikan cerita tentang perjalanan hidup cucunya, AP.
Ia menjelaskan bahwa alat kelamin AP awalnya terlihat lebih mirip perempuan, tetapi saat memasuki usia PAUD, ciri-ciri laki-laki semakin terlihat jelas.
"Tapi lama-lama tambah keliatan. Pas PAUD mulai keliatan jelas," ungkapnya.
Sarta mengungkapkan bahwa AP masih pipis melalui celah mirip vagina, sementara zakarnya tidak berlubang dan tidak bisa digunakan untuk buang air kecil.
Baca juga: Imbas Bayi Meninggal dan Ayahnya Orasi Sendirian, 2 Pegawai RSUD Karawang Dirotasi
Setelah mengeluh sakit, Sarta membawa cucunya ke puskesmas, di mana AP akhirnya dirujuk ke RS Intan Barokah dan kemudian ke RSUD Karawang.
Sejak saat itu, AP dinyatakan sebagai laki-laki dan menerima identitas barunya.
"Alhamdulilah anaknya tegar, tidak minder," Sarta menyatakan kebanggaannya pada cucunya yang kini tidak lagi memakai kerudung dan berpakaian seperti anak laki-laki.
AP, yang sekarang dikenal dengan nama baru, telah duduk di kelas 3 Madrasah Tsanawiyah, menunjukkan perawakan laki-laki dengan jakun, dada, suara yang lebih dalam, serta kekuatan fisik yang mencolok.
Sarta sangat berharap cucunya mendapatkan penanganan medis yang tepat, termasuk kemungkinan operasi pada alat vitalnya.
Ia mengungkapkan bahwa AP telah bolak-balik ke RSUD Karawang sekitar lima kali.
"Cucu saya laki-laki," tegas Sarta, mengekspresikan keinginannya agar ada perhatian dan bantuan dari Bupati Karawang Aep Syaepuloh dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
"Mohon dibantu supaya secepatnya, cucu saya," pintanya.
Sarta sehari-hari bekerja sebagai buruh tani.
Pada musim panen, ia bisa mendapatkan upah sekitar Rp 60.000 per hari.
Baca juga: Ayah Orasi Sendiri Usai Bayi Meninggal Minta RSUD Karawang Perbaiki Etika Layanan...
Namun, di luar musim panen, pendapatannya tidak menentu. "15 hari ini saya kayak gini aja (menganggur)," keluhnya.
AP juga sering ikut membantu Sarta bekerja sebagai buruh angkut, mengangkat gabah hingga 12 karung.
Namun, setelah itu, AP mengeluh sakit dan dibawa kembali ke puskesmas.
Selain itu, AP menunjukkan semangat kewirausahaan dengan berjualan bakso dan jajanan setelah pulang sekolah, menjajakan barang dagangan menggunakan sepeda.
Kondisi rumah Sarta cukup memprihatinkan.
Beberapa bagian rumahnya mengalami kerusakan, termasuk jendela dan dinding yang tampak bolong.
Baca juga: Berkali-kali Diterjang Banjir, Warga Karangligar Karawang Lelah Dengar Janji Tanpa Realisasi
"Kalau hujan airnya masuk ke dalam, jadi banjir," kata Sarta, menggambarkan betapa sulitnya mereka menjalani kehidupan sehari-hari dalam kondisi yang serba kekurangan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang